H-7

Posted: Jumat, 30 November 2012 by Iqbal Fajar in
0

Permission granted. Crafting detailed preparation on progress.

The boat must not sink

Posted: Selasa, 27 November 2012 by Iqbal Fajar in
0



“Fluctuat Nec Mergitur”

Kata-kata latin yang saya quote diatas berasal dari salah satu moto yang tertera pada pakaian prajurit Paris. Artinya secara literature dalam bahasa Inggris adalah “He who rises with the wave is not swallow by it”. Kalimat tersebut menunjukkan kesungguhan para pelaut Paris dalam mempertahankan kapal mereka dan terus maju apapun yang terjadi. Seburuk apapun cuaca, sebesar apapun arus yang terjadi bahkan separah apapun kapal rusak, kapal tersebut tidak akan tenggelam. Kapal tersebut tidak boleh tenggelam. Kapal dan isinya harus terus berlayar. Terus bangkit, mengambang, mengalir bersama ombak.

Kata-kata itu saya dapatkan dari manga Bartender yang diposting salah satu halamannya pada artikel sebelum ini. Secara singkat, chapter dari manga tersebut menceritakan tentang seorang white collar worker (pekerja kantoran) yang mengeluh karena kelelahan dan melakukan kesalahan fatal. Atasannya yang digambarkan sebagai seorang dengan gaya slengean memberikan nasihat singkat sambil meninggalkan karyawan itu di bar untuk merenung. Kata-kata yang diucapkannya sebelum pergi adalah “he who rises with the wave is not swallow by it”.

Entah bagaimana, kalimat itu begitu menginspirasi buat saya, khususnya ketika dihadapkan dengan kehidupan yang kita jalani. Pekerjaan, keluarga, pencapaian, mimpi, dan cinta. Seberat apapun rintangan di depan, sehancur apapun keadaan yang menimpa, menyerah kalah dan tenggelam dalam keputusasaan tetap bukan pilihan. Bahkan jika itu adalah pilihan terakhir yang tersisa.

Hemingway, dalam satu novel fenomenalnya, The Old Man and The Sea, menulis satu pernyataan yang sangat terkenal. A man can be destroyed but not defeated. Seorang pria (manusia) bisa dihancurkan tapi tidak bisa dikalahkan. Hancur adalah efek dari keadaan yang terkadang diluar kendali tetapi kalah adalah sebuah keputusan. Keinginan dan penyerahan terhadap keadaan yang dianggap tidak mampu ditangani. Kata yang menyiratkan kepasrahan dan ketidakberdayaan. Sebuah pernyataan pengecut yang takut terhadap dampak dan kesulitan yang akan datang. Menyerah dan kalah berarti menutup seluruh kemungkinan yang ada, menghentikan semua usaha dan menghindar dari sakit yang lebih besar lagi demi sebuah kenyamanan.

Tetap berjuang dan melangkah maju walaupun segudang masalah menghadang tidak hanya dianut oleh Hemingway. Begitu banyak manusia yang memilih menantang kesulitan dan memandangnya sebagai tantangan yang harus ditaklukkan, bukan alasan untuk kabur dan menyesal kemudian. Donny Dhirgantoro, penulis buku 5 cm bahkan menggambarkannya dalam bentuk yang lebih ekstrim. This world is for those who want to fight. Dunia ini hanya milik dia yang berani terus berjuang. Bahkan kata pantang menyerah  sudah mendarah daging sejak nenek moyang kita. Merdeka atau mati ! Siapa yang tidak kenal kalimat itu ?

Satu hal yang perlu kita ketahui. Kalah dan menyerah tidak sama dengan gagal atau jatuh. It will never be the same. Kesalahan dan kegagalan adalah faktor eksternal yang datang sebagai cobaan. Tidak ada masalah dengan seberapa besar atau seberapa mustahil masalah yang hadir. Yang harus dilakukan adalah tetap bermimpi, terus bekerja keras, melangkah lebih jauh, melompat lebih tinggi, dan bangun kembali sesering apapun terjatuh.  Ujian tentang seberapa besar tekad dan impian yang menjadi bahan bakar. Our greatest glory is not in never failing, but in rising up every time we fail - Confucius. Bukan berapa kali terjatuh yang menjadi tolak ukur seseorang kalah atau menyerah tetapi pada kemampuan dia bangkit dari kegagalan tersebut. Peribahasa Jepang mengatakan, jatuh 6 kali bangun 7 kali. Jack Canfield dalam bukunya, The Success Principle, mengatakan satu kalimat yang sangat indah. Success is numbers game. Pada akhirnya, jika kita terus menerus berjuang dan tetap percaya, sukses hanyalah deretan angka yang menunggu pencapaiannya.

Kalah adalah pilihan. Bagi saya, kalah bukanlah pilihan. Kata itu adalah larangan, tabu, istilah yang tidak boleh ada dalam kamus kehidupan. The boat will not sink, the boat must not sink. He doesn’t sink. No matter what happen, he tries his best to stay afloat

ps.
I know it’s a cheap and common sense for some of you. But I always believe even we already know doesn’t mean we don’t need it anymore :)  



Countdown

Posted: Senin, 26 November 2012 by Iqbal Fajar in
0


Its settled. 11 days to go. Prepare everything. It will be a long journey. Hope everything turns ok. 

And the countdown begins…

Letters, Words, and Sentences

Posted: Sabtu, 24 November 2012 by Iqbal Fajar in
0


Its always surprise me how letter, word, sentence, could shift mood, enlight the day, and brighten your life. Entah itu muncul dalam bentuk kalimat yang tertuliskan, gambar yang berbicara, lirik lagu dengan melodi atau kata-kata dalam percakapan tidak terduga. Entah sudah berapa kali saya diselamatkan dengan kata-kata motivasi atau untaian kalimat indah dari hati. Setiap huruf yang terlontar seakan memberikan suntikan impian dan mimpi yang terus tumbuh, berkembang. Mungkin untuk itulah akal pikiran dan perasaan diciptakan oleh Yang Maha Pencipta. Agar kita bisa menciptakan inspirasi dan membagikannya pada orang lain.
“We are the champion my friend… and we’ll keep on fighting till the end” – Queen, We Are The Champion

Kata juga sukses menjadi pelipur lara ketika masalah terus menerus datang,
“Someone was hurt before you, wronged before you, hungry before you, frightened before you, beaten before you, humiliated before you, raped before you… yet, someone survived… You can do anything you choose to do.” – Maya Angelou

Atau memberikan tanda bahagia sehingga orang lain bisa ikut merayakannya.
“Today, our dream come true” - Obama, Pidato Pelantikan Presiden

Dan yang paling banyak ditemukan ialah curahan hati yang tidak bisa ditahan. Dia bisa berupa Semangat yang membuncah
“Merdeka atau mati !” Anonymous

Optimisme tidak tertahankan
“Rise and rise again. Till the lamb become a lion” - Russel Crowe, Robin Hood

Atau sebaliknya, perasaan yang muram dan sedih
Sometimes I hate that chaos surrounds me. When all the answers that I seek are around me. Am I drowning, am I fading away. Or am I living up to all your dreams that made me this way – Drowning, Crazy Town

Keindahan alam
“Hamparan langit maha sempurna. Bertahta bintang-bintang diangkasa. Namun satu bintang yang berpijar. Teruntai turun menyapa aku. Ada tutur kata terucap. Ada damai yang kurasakan..” - Padi, Mahadewi

Atau protes pada keadaan
Everything you say to me. Takes me one step closer to the edge. And I'm about to break. I need a little room to breathe cause I'm one step closer to the edge. I'm about to break– Point of Authority, Linkin Park

Akan tetapi, kata dan kalimat memang paling cocok sebagai ungkapan cinta. Rasa manusia yang tidak dapat tergantikan
“However far away I will always love you. However words I say I will always love you. Whenever games I play I will always love you. I will always love you.” - Love Songs, The Cure
I have died everyday waiting for you. Darlin' don't be afraid. I have loved you for a thousand years. I'll love you for a thousand more– A Thousand Years, Christina Perry 

Hal yang menarik dari kata, khususnya yang tertulis, adalah anda bisa membagikannya pada orang lain. Kata dalam percakapan seringkali hanya memberikan efek ketika diucapkan saja. It will not long last. Tetapi jika kata-kata tersebut dituliskan, keindahannya dapat berefek besar. Dia akan abadi. Tidak hanya sebatas momen penting itu saja.
“Remembering you are going to die is the best way I know to avoid the trap of thinking you have something to lose. You are already naked. There is no reason not to follow your heart.” - Steve Jobs, Stanford University, Wisuda Kelulusan.

Tidak hanya itu, kata yang tertulis adalah bentuk paling jelas dan mudah menyampaikan isi hati anda. Penggunaannya pun bisa beragam. Anda bisa memunculkannya dalam bentuk sajak berima,
Gelapku memutih. Putih-Mu mengkelam. Belum hitam. Hanya hampir- Abu, Al Musyawwiq

Atau dalam kalimat panjang penuh penjelasan
There are certain things in life where you know it's a mistake but you don't really know it's a mistake because the only way to know that it really is a mistake is to make that mistake and go, "Yup, that was a mistake". So really, the bigger mistake would be to not make the mistake because then you'll go about your whole life not knowing whether it was a mistake or not” - Lily, How I Met Your Mother

Bahkan pada kata singkat penuh inspirasi.
“Never, never, never, never give up.” – Winston Churchill
Saya bahkan beberapa kali menemukan kata-kata inspiratif dalam gambar yang disajikan dengan tulisan. Komik contohnya.
Saya sendiri lebih suka mengungkapkan sesuatu dalam tulisan panjang yang kadang bertele-tele tidak jelas ujungnya. But who will be oppose that ? Tidak ada larangan dalam menulis ketika anda ingin mengekspresikan perasaan.

Tapi walaupun semua kata, tulisan dan pernyataan tersebut memberikan keindahan tidak ada yang mengalahkan suara dari seorang manusia yang sangat berarti, seseorang yang menjadi bagian dari kehidupan. Getaran pita suara dengan segala keunikan, khas, dan timbrenya tidak akan bisa digantikan dengan puisi terindah atau alunan melodi paling menyenangkan sekalipun. Rasa yang dihadirkan dalam ketulusan suara adalah bentuk terindah dari semua huruf, kata, kalimat.

Dan fakta itu yang hadir dengan sangat jelas pada saya siang itu. Suara seorang wanita berhasil membuat saya melupakan masalah, pikiran, beban dan energy negatif yang selama ini bertahan dan dengan sukses merenggut jam tidur. Ya, kalimat dan tawa tercipta dengan menakjubkan siang itu. Sebuah perasaan yang tidak pernah saya temukan dalam tulisan, kalimat atau buku motivasi. Bagi saya, suara itulah obat yang paling efektif. Suara itulah mimpi dan harapan yang akan terus hidup.

Walaupun saat ini, hanya suara itulah yang bisa saya dapatkan. Cukupkah ? Tidak pastinya. Semua akan menjadi sempurna jika dia hadir dalam bentuk nyata, menemani keseharian, menebarkan kebahagiaan. Tapi mengingat semua kenyataan yang ada, saya cukup berpuas diri dengan suara itu. Setidaknya mimpi dan perasaan itu tersalurkan walau dalam bentuk sesamar-samarnya.

“Halo. Gimana kabarnya ?”
A conversation over the phone between two person, 13.24 PM, sebuah kantor di Jakarta   

Thought, Curiosity and Question

Posted: Jumat, 23 November 2012 by Iqbal Fajar in
0


Malam ini adalah malam entah keberapa saya tidak bisa tidur. Dianugrahi dengan kemampuan berpikir yang kadang terlalu logis dan konseptual, membuat kepala saya selalu dipenuhi banyak hal. Mulai dari bahan tulisan buat blog dan draft buku, ide desain yang menarik, target pekerjaan yang masih jauh masa deadlinenya, atau sekedar gagasan-gagasan memperbaiki dunia yang kadang terlalu mengada-ada. Itu saja sudah cukup menyita perhatian saya. Belum lagi kenyataan bahwa hubungan dengan seorang wanita yang kandas baru-baru ini. It just make my brain exploded by thought. Terlalu banyak yang berputar di kepala saya dan pada beberapa kasus, menjadi berbalik menyerang. Ya, seperti saat ini. Tidak bisa tidur.

Sebenarnya saya bisa saja menghilangkan pikiran-pikiran itu. Tapi di hati paling dalam, saya juga menyadari bahwa berpikir adalah anugrah paling besar yang pernah Allah berikan pada manusia. Cogito Ergo Sum. Aku berpikir maka aku ada. Frasa itu seakan menjadi jargon yang selalu saya pegang sehingga seberapa menyusahkan, menyakitkan, merepotkan kebiasaan berpikir yang dimiliki ini, syukur dan terima kasih selalu dipanjatkan padaNya.

Kembali pada kebiasaan berpikir. Semua orang berpikir, semua orang melakukannya. Lalu apa bedanya ? Bedanya, saya tidak bisa berhenti memikirkan sesuatu jika saya belum mendapatkan jawaban atau penjelasan logis dari pemikiran tersebut. Tidak hanya itu, saya juga terbiasa melihat segala sesuatu dari banyak aspek dan banyak aspek yang saya maksud adalah semua aspek. Bahkan dari sisi yang orang lain tidak pernah terpikirkan. Selain itu, karena terbiasa berpikir strategis, saya selalu mencari data atau pengalaman yang sudah ada, menganalisisnya, membuat hipotesa, mencari kesimpulan dan penjelasan kemudian memikirkan alternative-alternatif tindakan dan dampaknya hingga puluhan langkah kedepan.

Begini contohnya. Jika anda melihat sebuah kotak rokok, apa yang akan anda pikirkan ? Kebanyakan dari anda, akan melihat dari bentuk kotak yang menarik, bagaimana rasa rokok itu, kenapa harus merokok, berapa harganya, sudah berapa bungkus yang habis. Itu saja sudah jarang orang yang berpikir serumit itu. Sebagian yang lain mungkin berpikir lebih jauh, tentang bagaimana desain yang lebih bagus, bagaimana rokok dibuat, bagaimana pemasaran yang lebih efektif atau kandungan yang ada di dalam rokok tersebut. Tapi sekali lagi, tidak banyak yang berpikir sejauh itu. Well after all its just a pack of cigarettes. Who care ?

Tapi sayangnya, saya pada beberapa kasus berpikir lebih jauh dari itu. Bagi saya, kotak rokok memberikan banyak inspirasi dan keingintahuan. Saya akan memulai berpikir tentang sejarah rokok, penjualannya di masa lalu, cerita-cerita menakjubkan bagaimana rokok mengubah sebuah etnis menjadi raja dan orang terkaya, dan mereka tetap menjadi bersahaja. Lalu saya mulai bertanya tentang bagaimana rokok dibuat, bagaimana racikan yang pas, proses pembuatan yang efektif, lini produksi yang mendukung kecepatan sekaligus kualitas sempurna, layout gudang, pengaturan logistic, pemastian stock dari pabrik hingga ke pengecer. Berlanjut ke pemasarannya. Bagaimana mereka menciptakan ketergantungan, membuat iklan rokok tanpa ada rokok, mencipakan brand dan positioning, mempengaruhi pemerintah untuk mempertahankan pasal rokok, menyusup di rapat dewan tanpa ketahuan, dan bagaimana sikap bersahaja itu mungkin adalah sebuah konspirasi agar bisnisnya tetap langgeng. Lalu mulai melihat dari kemasan rokoknya. Mengapa harus kotak ? kenapa tidak bulat ? Atau segi enam? Kenapa harus ada 16 atau 12 batang ? Berapa biaya pembuatan kotak itu ? Bagaimana jika bahannya diganti ? Bagaimana jika desainnya berubah ? Bagaimana mengkomunikasikan perubahan pada pelanggan dan internal perusahaan ? Apa dampaknya ? Dan saya masih bisa menyebutkan banyak lagi pertanyaan dan pikiran yang muncul dikepala. Tapi bukan itu inti tulisan ini.

Bottom point is, kadang saya terlalu banyak berpikir dan menganalisa. Dan saya selalu berusaha mencari jawaban atas pikiran-pikiran tersebut. Untungnya kita hidup di era dimana informasi adalah barang murah, bahkan gratis. Cukup buka Google dan hampir semua jawaban itu saya dapatkan. Itulah mengapa membaca buku adalah kegemaran yang tidak bisa dipisahkan. Saya terlalu ingin tahu dan haus akan informasi. Apa saja dibaca, apa saja ditanyakan. Dan sekali lagi, saya bersyukur karena dikaruniai pikiran dan ketertarikan pada banyak hal.

But like someone said, curiosity kill the cat. Begitupun dengan saya. Karena terlalu banyak informasi, saya menjadi kelebihan informasi. Kesulitan mencerna mana yang penting dan mana yang tidak penting. Saya tidak bisa fokus dan konsisten dalam segala hal. Semua serba mendadak, semua kadang tidak terencana. Dan akhirnya saya sendiri kebingungan mencari benang merah dari jutaan informasi tersebut.

Benang merah itu juga yang berkontribusi besar dalam malam-malam tanpa tidur saya. Berusaha membuat kerangka, menyusun hipotesa, menguji hipotesa tersebut dengan alternative-alternatif, mencari kesalahan dan kemungkinan lain yang bisa cocok hingga mendapatkan jawaban yang menurut saya, saat itu, cukup logis.

Semua itu menjadi tidak terlalu bermasalah ketika berhubungan dengan sesuatu yang nyata, ada datanya dan bisa di uji coba. Yang membuat saya selalu pusing ialah ketika berhadapan dengan masalah atau kasus yang berhubungan dengan manusia. Terbiasa dengan hipotesa dan pikiran sendiri membuat saya terkadang memiliki pemikiran yang berbeda dengan orang lain. Saya juga stress karena data yang ada untuk membuat hipotesa kemudian menguji dan mengambil kesimpulan terlalu sedikit. Bagaimana saya bisa mendapatkan semua jawaban atas pertanyaan tersebut jika orang yang saya ingin tanyakan tidak berpikir sejauh saya ? Atau dia sendiri tidak bisa saya mintai pendapat dan jawabannya karena beberapa hal ?

Ketika itu terjadi, mulailah curiosity dan pikiran menghancurkan kehidupan saya. Mulai dari berpikir mengapa ini terjadi, mengapa tidak seperti ini, apa alasan dari tindakan, ada makna lain kah dari tindakan tersebut serta pertanyaan-pertanyaan lain yang tampak nya sepele tapi tetap saya pikirkan. Dengan data yang sedikit itu, saya mulai melakukan kesalahan kedua. Membuat hipotesa, asumsi-asumsi, pemikiran yang tidak masuk akal, penjelasan yang dikira-kira dan akhirnya berujung pada pengambilan keputusan yang salah dan tidak benar.

That’s just my flaw. Sisi negatif dari anugrah yang saya miliki. Pada akhirnya, terkadang saya tidak mau banyak berpikir soal manusia. Dan cara ini juga tidak begitu saja menyelesaikan masalah. Karena berusaha mengingkari nature sendiri, saya terkadang menyimpan sesuatu untuk diri sendiri. Masalah dengan orang lain tidak terselesaikan, perasaan curiga muncul tidak pernah hilang, pesimistis terus berkembang hingga berujung pada ketidakpercayaan dengan mahluk bernama manusia.

And its start to worsen me even more. Percaya pada manusia adalah salah satu anugrah yang bukan saja tidak bisa dihilangkan tetapi juga dibutuhkan. Tekanan karena tidak bisa mempercayai orang berdampak pada sifat buruk lainnya. Memakai topeng. Saya pun mulai terbiasa menyesuaikan diri untuk berdamai dengan perasaan, kemarahan, ingin tahu, keinginan karena jika saya ingin mendapatkan jawaban-jawaban atas curiosity tersebut, orang lain pasti menganggap aneh, terganggu bahkan tersakiti. Akhirnya, karena terlalu banyak memakai topeng, saya mulai kehilangan jati diri sendiri dan itulah puncak dari seluruh efek negatif pikiran tersebut.

Untungnya, beberapa tahun belakangan saya menemukan solusi sementara untuk pemikiran liar ini. Ada dua pendekatan yang digunakan dan memudahkan menjelaskan tentang bagaimana saya mengatasinya. Pertama, saya membagi sumber masalah pikiran menjadi dua, yaitu pikiran tentang pekerjaan dan pikiran tentang kehidupan pribadi saya. Seiring dengan waktu dan kematangan saya sebagai manusia, tanggung jawab dan passion terhadap pekerjaan menjadi hal baru yang akhirnya menjadi prinsip yang akan selalu melekat. Job is a job and it should not be interrupted by personal life. Ada kepentingan dan kepercayaan dari orang lain yang tidak seharusnya dikhianati hanya karena saya punya masalah pribadi. And yes, it works for me. At least I have a great professional life !

Ide, gagasan, inovasi, pikiran tidak jelas yang muncul dari sisi pekerjaan atau personal improvement berhasil saya atasi dengan lebih banyak membaca, bertanya dan menulis. Jika malam-malam saya terlalu membosankan maka tinggal turun kebawah, membuka buku yang belum dibaca atau mulai menulis di blog professional saya. It turns great. Saat ini saya punya blog yang secara teratur di update dan sedang menyusun buku pertama tentang bidang yang menjadi kompetensi saya. Jika itu pun membosankan, saya tinggal mencari akses internet terdekat, membuka forum luar negeri untuk ikut diskusi atau sekedar mengamati perkembangan yang sedang terjadi di luar sana. Like I said, everything that have proper data and support analysis is easy to handle.

But here come the nightmare. Metode fokus pada pekerjaan membuat saya sangat nyaman. Lagipula sejak awal saya memang tidak begitu perduli dengan hubungan antara manusia. Kepercayaan adalah barang mahal yang hanya saya berikan pada orang tertentu. Dan jumlahnya bisa dihitung dengan jari dari satu tangan saja. Saya bahagia, sebagai seorang professional tapi tidak sebagai seorang manusia social.  

Bagaimana pun, kebutuhan bersosialisasi dan menyalurkan pikiran tidak bisa sekedar dipuaskan dengan menulis di blog pribadi ini atau membuat cerita refleksi diri di forum tanpa membuka identitas. Kini keadaan tidak semudah itu lagi. Saat ini, saya hidup di lingkungan dengan lingkup social yang kecil. Manusia yang ditemui hanya sedikit, sebagian besar malah klien dari pekerjaan. Lainnya hanyalah outsider yang tidak terlalu penting dalam hidup. Apalagi saya tinggal di apartemen dengan tingkat social yang cukup rendah (or maybe its just me that reject the social life ? :) ).

Awalnya itu semua bukan masalah. Menjadi beban ketika saya mulai memutuskan membuka hati pada seorang wanita. Sebelum bertemu wanita ini, saya masih berjuang untuk melupakan kenyataan bahwa rencana terbesar dalam hidup harus kandas bersama mantan sebelumnya. Belum lagi sakit hati karena kepercayaan yang langka saya berikan ternyata bertepuk sebelah tangan. Tapi saya tidak bisa selamanya tidak percaya pada manusia kan ? It’s a nature that make us a human, not a robot.

Maka ketika ada kesempatan yang ditawarkan untuk kembali percaya serta kemungkinan untuk memiliki keluarga, saya mengambilnya. And swear to God, I love that woman till now. Dia dengan segala kekurangannya, adalah bagian hidup saya. Setidaknya hingga kenyataan, ketakutan, dan juga keadaan memisahkan kami berdua. Ya, terlepas dari semua kriteria yang saya cari dari seorang pasangan hidup ada beberapa kenyataan bahwa kami memang terlalu berbeda. Terlalu banyak pertanyaan dan ketidakyakinan yang menyertai hubungan kami. Ada energy negatif yang entah bagaimana selalu muncul sekuat apapun kami berusaha menyingkirkannya.

Pikiran-pikiran dan pertanyaan-pertanyaan pun mulai muncul tidak tertahankan. Logika pun mulai bermain, asumsi pun mulai dibangun dengan data yang tidak valid. Alternatif bodoh pun mulai bermunculan. Menariknya ialah berbeda dengan mengatasi pikiran-pikiran di sisi professional yang lebih mengutamakan logika, saya lebih banyak menggunakan hati dan kepercayaan dalam mengatasi ledakan pikiran dari sisi personal life.

Saya bukan orang yang mudah percaya pada seseorang tetapi ketika memutuskan percaya maka kepercayaan adalah totalitas. Itu cara paling ampuh untuk mengatasi pikiran dan logika bodoh saya tentang manusia. Saya hanya harus mempercayainya. Bahkan ketika semua data, variable, asumsi dan kesimpulan mengarah pada jawaban yang bertolak belakang. Saya hanya harus mempercayainya. Pada akhirnya, ada beberapa kejadian di dunia yang tidak bisa dijawab dengan otan yang terbatas ini. Tuhan, takdir, dan cinta. Mereka memang dibuat untuk dipercaya, bukan untuk dicari alasan mengapa atau penjelasannya. Setidaknya itulah yang saya yakini.

Maka ketika semua pikiran liar itu muncul, data memberikan bukti sempurna, logika memberikan hipotesisnya, bahwa hubungan kami memang sulit untuk berhasil, saya hanya perlu percaya pada mimpi bahwa wanita itu adalah tulang rusuk yang disiapkan Tuhan jauh sebelum terciptanya dunia.  

Ohh,, dear God. I wish life is just as simple as like that. Bertahan dari pikiran dan kebiasaan berpikir logis sudah sulit dilakukan. Kini saya harus melakukannya sembari meyakinkan wanita yang juga punya masalah yang sama. Dia pernah gagal dalam hubungan dan kegagalan tersebut merusak kepercayaannya pada cinta. Dia tidak yakin pada saya, tidak percaya pada kemungkinan kami bersama selamanya, ketakutan akan pendapat orang lain, tidak nyaman akan rasa insecure nya, tidak puas akan jawaban yang diberikan dan itu semua membuat dia terus menerus bertanya, bertanya dan bertanya. Pertanyaan yang akhirnya meluap dalam sebuah pernyataan yang menjadi titik kulminasi hubungan kami.

Kembali sedikit ke hubungan saya dengan beberapa wanita sebelumnya. Pengalaman mengajarkan bahwa keyakinan bisa mengalahkan semua keraguan. Itu mengapa pada hubungan sebelum ini saya mempercayai wanita yang faktanya jelas tidak bisa terbuka pada saya dan tetap melamarnya. Dalam semua ketidakpastian akan seperti apa dia setelah menikah, saya tetap mempercayainya. Karena saya hanya harus mempercayainya dan terus melangkah. Dan percaya atau tidak, sebagian besar wanita yang pernah mempunyai hubungan khusus dengan saya adalah wanita dengan tipikal sama. Unstable emotion, rotten by their self problem and offcourse, dealing with fact that I’m just not enough for her.

Tapi wanita ini berbeda. Dia haus kebenaran dan keyakinan padahal itu hanya bisa ditemukan dari kesadaran untuk mempercayai pasangan. Dan dia menyatakannya dengan kata-kata, pertanyaan pertanyaan yang terus menerus berulang, walaupun saya sudah berusaha menjawab dan memberikan keyakinan. Saya juga bertanya, ragu, insecure, takut, butuh dikuatkan dan disupport. Tetapi saya cukup sadar bahwa keraguan dan ketidakyakinan tersebut berasal dari diri saya sendiri, bukan dari keadaan atau kekurangan pasangannya. Itulah mengapa saya memendam semua, meyakinkan diri sendiri dan terus menerus percaya pada cinta.

Tetapi sekuat apapun saya, pada akhirnya energy negatif yang terus menerus datang itu meruntuhkan keyakinan yang sudah dijaga. Saya yang menyerah. Itu salah saya. Bagaimanapun saya adalah pria yang seharusnya menjaga dan terus meyakinkan dia. Saya lah yang tetap bertahan dan menjawab keraguan dia dengan tindakan. Memberikan apa yang diidamkannya karena hanya itu permintaan dia. Saya gagal. Berakhirnya hubungan ini adalah tanggung jawab saya. Tidak perlu dibahas lagi atau dicari alasan.

Kini, yang bisa saya lakukan adalah menata hati lagi, mencari metode yang bisa menghilangkan pikiran-pikiran negatif, pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan pernah terjawab, hipotesis yang tidak akan pernah terbukti serta kesimpulan yang akan selalu jadi misteri. Beberapa solusi yang dilakukan untuk berhenti berpikir dan berasumsi adalah bekerja, membaca, dan paling efektif yaitu menulis dan terus menulis. Sayangnya hingga kini metode yang tepat itu masih belum ditemukan. Buktinya saya masih saja terbangun hingga pagi bahkan ketika badan sudah memaksa istirahat. Terbenam dalam puluhan gelas kopi dan ratusan batang rokok. Terbangun telat dan menjalani rutinitas kantor dengan badan yang melemah untuk mengulang lagi peperangan dengan pikiran dan terjaga hingga pagi menjelang.

Metode itu tampaknya memang tidak akan ditemukan karena semuanya hanya obat sementara yang menekan symptom bukan menyembuhkan akar masalahnya. Karena bahkan setelah semua yang terjadi, saya tetap percaya. In the end, love is just as simple as that…  

Sorry

Posted: Jumat, 16 November 2012 by Iqbal Fajar in
0


In the end, I am still hurting you…
Really sorry for that hon. Maybe its right that I should never open my heart to anyone, ever…

Wedding Day

Posted: Rabu, 14 November 2012 by Iqbal Fajar in
0


Saya akan memulai tulisan ini dengan bercerita tentang sebuah festival. Parade kegembiraan yang hadir baru beberapa jam yang lalu. Ini menjadi menarik bagi saya karena aktivitas yang diikuti ini sebenarnya bukanlah salah satu kegiatan favorit saya. Bahkan cenderung dihindari. Kalaupun hadir, saya biasanya memasang topeng bahagia, bersalaman, menikmati sajian yang ada, untuk kembali menyingkir di tengah keramaian bersama hentakan nada di push up earphone. Melokalisir bising yang datang dan menikmati ritmis yang selalu menemani dalam kesendirian. Tulisan ini adalah dedikasi sekaligus perenungan akan makna sebuah ritual kegembiraan yang semua pasangan harapkan dan nikmati. Resepsi Pernikahan.

Siapa yang tidak suka pada acara ini ? Apalagi ketika di acara tersebut anda dapat berkumpul kembali dengan teman dan saudara, bercengrama, bersosialisasi, melupakan beban pekerjaan untuk tertawa, bergembira. Belum lagi hidangan makanan yang bermacam-macam sebagai tanda hormat si empunya acara akan kehadiaran anda. Oh, jangan lupakan juga hiburannya, musik, karoke gratis atau bahkan tarian pembuka yang mengutamakan adat dari kedua belah keluarga. Acara pernikahan selalu menyenangkan. Tapi tidak bagi saya.

Aneh ya ? Tapi itulah yang terjadi. Entah sejak kapan ini bermula, tetapi saya memang tidak begitu menikmati acara dengan banyak orang berkumpul, tertawa, mengobrol, bersenang-senang, menanyakan kabar masing-masing, bertukar contact, hingga melanjutkan kegembiraan di tempat lain. Acara pernikahan selalu menjadi kegiatan yang sebisa mungkin dihindari. Mungkin karena saya memang tidak terlalu suka keramaian, tetapi kalau mau jujur, alasan utamanya ialah karena saya memang tidak pernah menyukai menghabiskan waktu untuk bersosialisasi.

Pengalaman buruk di masa lalu dan tingkat kepercayaan pada manusia yang memang sangat rendah membuat saya sedikit anti social. Do not mistaken. I’m not that kind of person that shy, not confident and afraid of human. Salah satu profesi yang saya geluti ialah marketing dan kepribadian saya cukup menyenangkan. Hanya saja, waktu luang nampaknya akan lebih berharga jika dihabiskan untuk beristirahat dan menyalurkan hobi daripada sekedar bersosialisasi, bercanda dengan teman, mengingat masa lalu atau makan gratis.

I mean, what so fun about that ? Jika ingin bersosialisasi, maka lakukan di sesi tertentu. Bertemu di kafe yang nyaman pastinya lebih nikmat dari berdiri, ngobrol sambil setengah berteriak karena bising. Mencari nomor telp teman lama ? Anda punya Facebook kan ? Saya rasa Facebook untuk urusan ini lebih unggul. Tanyakan saja no telp via wall atau lewat chat dan inbox jika ingin lebih aman. Jika ingin menikmati musik dan hiburan, anda kan bisa mencarinya di acara atau tempat yang memang khusus menyediakan itu. Tanpa perlu bertenggang rasa dengan selera musik orang lain yang sebagian besar bernada melayu. Food ? Come on, you could afford a way better at your favorite restaurant. Lagipula, makanan di resepsi terbatas dan harus berdesakan mengantri pula. Bagi saya, hadir di pernikahan sebenarnya hanyalah sebuah penghormatan atas kedua belah mempelai. Tidak lebih dari itu.  

Tapi unsur paling tidak saya sukai dalam pernikahan ialah ketika mulai mengobrol topik yang selalu hadir dalam pernikahan dan ditanyakan bagi pria single seperti saya. Kok datang sendiri ? Pasangannya mana ? dan puncaknya ialah Kapan nyusul nih ? Blah blah blah. Jika ditanya seperti ini saya hanya akan menjawab dengan candaan, humor garing dan senyum palsu. I hate those question and because wedding day is perfect moment to ask that, I became more resist to those sacred ritual.

Maka ketika ada undangan pernikahan dari salah satu teman di SMA, saya sedikit malas untuk hadir. Apalagi dengan tumpukan report yang harus diselesaikan. Itu saja sudah menghancurkan weekend saya, ditambah dengan undangan ini. And not to be mention about a hell week came to me. Its been a rough time for me. Bermula dari kandasnya hubungan dengan pasangan, break up syndrome yang menyesakkan serta upaya untuk memulai lagi dari awal yang dibalas dengan penolakan. Semua itu menjadi menyakitkan ialah karena saya sangat mencintai wanita ini dan berniat untuk melangkah serius bersamanya. But lets save the story for later.

Back to topic, saya pun memutuskan untuk datang sambil bersiap membawa laptop agar bisa langsung ke kantor sesudah acara. Rencananya sama seperti resepsi lainnya. Datang, salaman, makan demi menghormati sohibul hajat, ngobrol sedikit dengan kenalan, lalu pulang. Tapi kali ini tampaknya saya memang ditakdirkan untuk hadir disana lebih lama. Karena setelah resepsi ini, saya disadarkan bahwa pernikahan memang bukan hanya sekedar resepsi atau ijab Kabul. Itu semua lebih dari itu.

Acara resepsi ini terbilang unik. Teman saya adalah seorang betawi asli, tinggal di lingkungan yang kental budaya betawi, di daerah yang mayoritasnya betawi dan pastinya masih memegang kuat tradisi mereka. Maka berbeda dengan kebanyakan resepsi, acara ini diadakan di rumahnya. Alasannya simple. Agar bisa santai dan tidak terburu waktu. And he make it in a such crazy way. ! hari penuh acara. Dari pagi hingga jam 10 malam ! Jangan lupakan juga 2000 undangan yang disebar. Itu baru yang formal. Yang informal jauh lebih banyak lagi. Menurut teman saya yang menjadi EO nya, seluruh kampung diundang, termasuk yang kerabat dari penjuru Jakarta. Jadilah acara yang biasanya hanya 3 jam tersebut berlangsung seharian dengan tamu yang tidak berhenti berdatangan.

Actually, its kind of crowd. Booth makanan seringkali kosong, sampah bertebaran, belum lagi dekorasi yang sudah copot sana sini. Itu semua diperparah dengan acara hiburan yang, sorry to say, terlalu berlebihan. Panggung dan karoke yang memekakkan telinga. Saya sempat berfikir, kok bisa ya teman yang terkenal akan modisnya ini mau melaksanakan acara seperti ini.

Tapi disinilah hal menarik muncul. Sang istri teman saya ini. Lahir dari keluarga berada, dia tidak malu untuk mengikuti semua proses melelahkan dan pada beberapa point, memalukan, dari prosesi pernikahan ini. Berdiri terus menerus sembari senyum, sebahagia apapun dia adalah hal yang melelahkan ketika harus dilakukan puluhan jam. Belum lagi harus menemui tamu yang entah siapa namanya dari tamu-tamu orang tua dan mertua.

Terlepas dari semua kerumitan itu dia tetap turut larut dalam kegembiraan yang indah hari itu. Tidak hanya sang istri tetapi juga teman saya. Mereka berdua sangat menikmati saat-saat kebersamaannya. Ada kecocokan yang memang jelas terlihat. Ada kebanggaan, penyerahan, dibalut ketulusan dalam senyum dan perbuatannya. Mereka berdua sangat nyaman satu sama lainnya, bahkan mereka terlihat tidak begitu peduli pada semua keramaian yang ada. Tatapan mata, sentuhan mesra, kegembiraan yang tidak terbelenggu akan minder dan pandangan orang lain, itu semua muncul dengan lepas, bebas, jelas. Ketika saya bertanya padanya apakah lelah dan ribet akan semua rangkaian acara, dia menjawab singkat. “Gak usah dipikirin. Nikah itu yang penting ijab qobulnya. Resepsi itu hak orang tua. Gw dan istri nikmatin aja, cuek aja. Yang penting bareng-bareng berdua” jawabnya riang.

Dan momen itulah yang menyadarkan saya akan arti sebuah pernikahan. Ini bukan tentang resepsi. Bukan tentang catering yang kosong, atau kostum yang berganti ganti. Bukan pula tentang keinginan keluarga, atau akan seperti apa nantinya dunia setelah acara. Tidak. Pernikahan adalah tentang dua insan manusia yang berpasangan. Ini tentang bagaimana mereka menikmati rumitnya permintaan dan harapan keluarga dalam bingkai kepercayaan, kesetiaan, penyerahan. Tentang bagaimana mereka menikmati, berbangga hati, mendukung satu sama lain, tertawa bersama, menangis bersama.

Saat-saat itulah yang saya inginkan selama ini. Didambakan dalam setiap lamunan. Dikhayalkan pada tiap kejadian. Diinginkan hingga ke dasar sumsum tulang. Saya ingin bahagia bersama pasangan. As simple as it is.

Dan melihat kembali apa yang sudah terjadi selama masa-masa pencarian pasangan hidup, saya memang harus mengakui bahwa jalan yang diambil sudah terlalu menyimpang. Demi kebahagiaan yang sudah membuncah itu, saya berkompromi dengan prinsip-prinsip yang dipegang. Dimulai dari mencintai wanita yang jelas-jelas saya tidak nyaman, kemudian melakukan kesalahan bodoh dengan selingkuh yang tidak jelas tujuannya, menyerah pada kenyataan bahwa orang tua tidak mengizinkan, bertemu dengan seseorang yang saya anggap pasangan hidup walau jelas-jelas kami sungguh bertolak belakang hingga mencintai wanita yang berbeda agama hanya demi pelarian dan kenyamanan.

Sayangnya, pelajaran tidak pernah masuk secara permanen ke otak bebal ini. Seperti yang diceritakan diawal, saya kembali jatuh cinta dan menyerahkan kepercayaan pada wanita yang, entah saya harus bagaimana mendefinisikannya. Hubungan kami rumit. Sungguh rumit. Saya tahu dia mencintai dan rela berkorban bagi kehidupan bersama. Saya juga mencintainya, hingga saat ini saya tidak menyesali bahwa saya jatuh cinta dan memilih menyerahkan kepercayaan pada dirinya. Dia memang insecure, selalu mempertanyakan segala hal, mempermasalahkan semua yang tidak sesuai, selalu melihat dari satu sisi, tidak mau menduga maksud dibalik tindakan, serta menyerang dengan kata-kata ketika emosi tidak terkendalikan.
Ya, dia memang tidak sempurna tetapi dia adalah segalanya bagi saya. Dia lah yang mencerahkan kegelapan di hati, melindungi dari pikiran negatif yang berkubang pesimis, bekerja lebih keras daripada kata-katanya. Dia, terlepas dari semua kekurangannya adalah cahaya yang selalu bersinar terang. Dia yang hingga kini membuat saya tercekat pada kenyataan bahwa kami harus berpisah. 

Entah memang saya yang terlalu bodoh, lemah, egois, penakut. Hubungan kami tidak berhasil. Saya menyerah pada kemarahan, pada ketakutan akan pandangan dan pendapat, keraguan atas kekecewaan orang tua, serta kelemahan pada kata dan makna percaya. Ini salah saya dan memang akan tetap menjadi beban penyesalan seumur hidup.

Tapi karena kelemahan dan semua kekurangan itulah saya membutuhkan semua perasaan dan kepercayaan yang dimiliki oleh teman saya dan istrinya. Kegembiraan akan penerimaan pasangan, ceria pada cobaan, kenikmatan akan kesulitan, kekuatan dalam penyerahan, kepercayaan akan cinta yang selalu bertahan.

Itulah sayangnya yang sulit didapatkan dalam hubungan singkat kami. Pada akhirnya, dia dan saya adalah dua insan yang sudah terluka berkali kali dan gagal dalam perjalanan mencari cinta. Fakta itulah yang akhirnya menyebabkan kami menyerah dan pasrah pada keadaan. Kami terlalu takut untuk berjuang karena sudah pernah kalah. Kami trauma pada perasaan yang hancur akibat terlalu percaya dan menemukan kenyataan tidak seindah bayangan.

Seharusnya kami lebih percaya pada pasangan, mencintai lebih jauh, berjuang lebih keras, saling menguatkan dalam cobaan, bangun dan terus mendaki gunungan ketidakpercayaan orang lain. Itulah yang seharusnya dilakukan pasangan. Jika kami mampu melaluinya, niscaya kebahagiaan sejati dan selamanya pastilah menjadi hadiah terindah yang akan selalu menghiasi kehidupan kami.

Dan inilah yang memang harus terjadi. Saya hanya memimpikan dan berharap itu semua terjadi. Pada kenyataannya, kami berdua menyerah kalah pada ketakutan. Dan entah apakah akan ada lagi kesempatan yang hadir untuk bahagia seperti teman saya dan istrinya. Saya tidak tahu. Yang saya tahu sekarang hanyalah kami berdua kembali bergumul dengan sakitnya kegagalan percintaan. Kembali memulai proses melelahkan untuk mencari arti dari cinta dan kepercayaan. Dan khusus bagi saya, resepsi pernikahan serta semua tetek bengek yang terkait dengannya akan tetap menjadi ritual yang dihindari. Entah sampai kapan… 

Kisah Si Percaya

Posted: Kamis, 08 November 2012 by Iqbal Fajar in
0


Percaya,
Katakan pada mereka
Tentang sulitnya engkau hadir
Meracap mencari pelabuhan
Darmaga dimana bersandar
Terkapar
Menyerah

Dan setelah hilang engkau dalam waktu
Akhirnya menepi dalam lubuk seorang wanita
Yang memeluk, mengecup, menghangatkan

Tapi ketika percaya menyandar padanya
Terus bertanya sang wanita
Tentang cinta, rindu, keteguhan
Terus bertanya, meminta yakin ia

Tidak bisa !, kata si percaya
Jangan minta padaku bahasa yakinmu
Itu inisiatifmu, langkah nyatamu

Tidak, jawab wanita
Kau memang tidak cinta
Lupa rasa rindu, hanya terlarut dalam rangkaian byte mu
Bercinta dengan nyaman masa mudamu
Percaya pun diam
Goyah pondasinya
Berlogika ia

Inikah tempatku?
HIdup bersama curiga
Bercumbu dalam ragu
Mencinta pada penolakan

Tersentak percaya pada kenyataan
Bahwa darmaganya rapuh
Berkarat tak bertulang
Hanya kejujuran yang terus tertahan

Ini takdir kita kawan, sahutnya

Berdiri kemudian ia
Mengusap airmata darah
Mengigit erat fakta
Memeluk percaya

In bukan akhir perjalanan bagi aku, kamu, kita
Mari terjatuh, terluka, kecewa lagi
Karena akan muncul darmaga sejati kita

Disana,
Pada masa yang akan tiba 

Rengekan Penyesalan

Posted: by Iqbal Fajar in
0


Ceritakan padaku tentang cinta dan pengorbanan
Apakah dia sepadan atau berlawanan
Karena buta sudah malam ini aku
Pada arti cinta dan pengorbanan
Khilaf aku pada makna penerimaan
Serta terbuai dalam gelapnnya keinginan

Kisahkan padaku teman tentang nikmatnya kalian
Yang berjalan beriringan penuh penyerahan
Berpasrah pada tujuan yang tidak ternyatakan
Berbicara tentang kesenangan tidak terperi yang membuncah
Pada keturunan, tawa, nikmat, pelukan, ciuman, tanpa pertanyaan
Hanya kepasrahan atas nama cinta

Terangkan aku akan makna kebersamaan
Yang juga ku anggap benar, pun pahami
Karena sesungguhnya aku telah tertipu
Pada logika yang tetap menuntut penjelasan
Walau sudah jelas bahwa logis bukanlah jawaban
Tidak, tidak akan pernah sebab akibat memberikan makna yang diinginkan
Karena memang salah aku berpijak
Pengecut aku bertindak
Takut aku berhadapan kebenaran
Mengincar kebahagiaan dengan kemalasan akan tanggung jawab
Atau keberanian mengambil sikap
Juga pada keteguhan akan keputusan

Maka biarkan aku menangis lagi malam ini
Pada layar berwarna yang menjadi pelarian
Pada tatapan nanar tak bertuan
Pada pembenaran atas kekalahan
Pada menyerah akan keadaan

Ya, terima semua kesendirian
Karena inilah takdir seorang pengecut
Karena inilah imbalan atas pelepasan tanggung jawab
Karena inilah hukuman atas sebuah pengkhianatan

Bumi tetap berputar dan aku akan tetap disini, sendiri.