Idealisme, Mimpi, dan Kekecewaan
Posted: Selasa, 20 April 2010 by Iqbal Fajar inDan keputusan itu akhirnya keluar. Entah saya harus gembira, sedih, lega, gelisah, stress atau pusing. Tidak ada dari rasa-rasa tersebut yang mendominasi pikiran saya siang itu. Saya mati rasa. Awalnya memang kalut menyergap. Membayangkan pekerjaan yang sudah di giring sejak dua tahan lalu itu harus menemui muara akhirnya. Tidak jadi dilaksanakan. Tapi, kini setelah rangkaian ceramah, penyelidikan, sindiran, hingga upaya membangkitkan semangat serta tatapan belas kasihan menemani sore itu, saya tidak merasakan apa-apa. Hanya hampa.
Maka malam itu saya isi dengan melanjutkan kegiatan yang sudah menjadi keseharian saya minggu-minggu belakangan ini. Berselancar di dunia maya, ngaskus tanpa arahan, maen FB hanya untuk sekedar mengharap ada orang yang memberikan comment, hingga membaca komik di onemanga. Jujur saya bingung harus berekspresi seperti apa. Seharusnya saya sedih, depresi, stress dan kecewa karena proyek idealis itu tidak terlaksana. Apalagi penyebab tidak terlaksananya kegiatan tersebut hanya disebabkan oleh satu orang yang tidak mau mengambil keberanian demi terlaksananya perbaikan institusinya.
Kegiatan yang saya usulkan bukanlah kegiatan mengada ada yang tidak berguna. Kegiatan ini merupakan tuntutan buyer di Uni Eropa yang terkenal akan kecerewetannya terhadap sistem jaminan mutu dan keamanan pangan negeri ini yang tidak juga beranjak dari keterbelakangan. Kegiatan ini adalah solusi dari sebagian besar permasalahan perdagangan pangan negeri ini, setidaknya untuk pasar Uni Eropa. Tapi sekali lagi, para pembesar yang berlindung dibalik kesulitan birokrasi itu tampaknya memilih menyenderkan punggungnya di kursi empuk, di dalam ruang kerja ekslusif mereka daripada sedikit bersusah payah demi sistem yang lebih baik.
Saya kecewa. Pada sistem yang sarat birokrasi, pada kepengecutan pemimpin negeri ini, pada kebimbangan yang dijadikan alasan, pada ketidaktegasan yang berakar kuat, pada kurangnya perhatian mereka terhadap hal teknis, pada lemahnya pemahaman hal substansial, pada kurangnya perencanaan strategis, pada tidak kompaknya kepemimpinan, serta pada hal-hal lain yang seharusnya dapat mereka kerjakan dengan kapasitas dan jabatan mereka.
Semua itu mungkin hanyalah factor pendukung. Banyak orang bilang bahwa gagalnya kegiatan ini diakibatkan kurangnya heart share dari perusahaan ini (yang direpresentasikan oleh keberadaan saya sebagai Account Executive) terhadap klien tercinta. Opini lainnya ialah tidak adanya setoran pada kegiatan tahun lalu membuat klien mengambek dan tidak mau melanjutkan kegiatan ini. Hipotesis serupa berkata ketidakakuran internal yang menjadi penyebab. Alasan internal organisasi klien yang penuh politik juga menjadi penghias alasan. Entah mana yang benar. Saya tidak mau ambil pusing.
Sekali lagi, saya patah arang terhadap institusi tujuan utama almamater saya ini. Dunia yang saya dulu menaruh harapan besar padanya. Tempat mimpi-mimpi digantngkan setinggi tingginya. Alasan untuk segenap perjuangan dengan misi yang mulia. Membawa kejayaan pada dunia yang 7 tahun sudah saya berjuang di dalamnya.
Benar, saya memang idealis. Sikap bodoh yang ditertawakan oleh banyak orang. Kelakuan tidak jelas yang anomaly menurut logika. Tapi saya bangga. Bangga terhadap ke keras kepala an saya, bangga pada alamamater saya, besar cinta ini dicurahkan. Hanya untuk satu tujuan. Menjadikan negeri ini bisa dipandang oleh dunia internasional, bukan karena korupsinya, bukan karena keberingasan masyarakatnya, atau kemiskinan yang merajalela. Tapi karena kuatnya ekonomi negara, tersenyumnya masyrakat, tingginya tingkat kesehatan serta semua tanda kesejahteraan lainnya.
Saya memang terobsesi pada dunia perikanan. Semua dimulai sejak ospek dimasa kuliah. Saya yang lugu tersadarkan oleh besarnya potensi perikanan, ditambah lagi dosen tercinta yang selalu menekankan saya untuk berbuat suatu hal, apapun itu. Sesuatu yang bisa turut memperbaiki sistem bobrok ini. Setidaknya sesuatu untuk almamater ini. Maka saya terinisiasi. Di masa-masa kuliah itu mimpi terus tumbuh dan berkembang jadi jalan hidup. Maka ketika tawaran untuk menjadi Product Development di BUMN spesialis Survey dan Konsultasi itu datang, serta merta saya menerimanya. Ini jalan dari Yang Maha Mendengar untuk mewujudkan mimpi, menurut saya.
Dan mulailah saya berjibaku di proyek pertama itu. Satu bulan tidur dikantor, bekerja siang malam, berhujan hujanan mengantarkan data, bersitegang dengan teman kerja karena tingginya load pekerjaan serta semua pengorbanan lainnya. Tapi saya ikhlas, saya bahagia. Bagaimanapun ini mimp saya. Semua demi satu tujuan. Sistem yang lebih baik. Lalu pekerjaan pun selesai. Manajemen baru datang. Saya dipromosikan menjadi Account Executive, jabatan yang tidak seharusnya dipegang oleh pemuda labil seperti saya. Tapi atasan berkata lain. Beliau melihat saya memiliki potensi yang mencukupi untuk memangku jabatan itu. Dan perhatian berlebih atasan itu ternyata mengundang suara sumbang dari orang lain. Maka satu tahun pertama saya habiskan untuk meyakinkan semua pihak bahwa saya memiliki kapabilitas untuk jabatan tersebut.
Proyek lanjutan yang seyogyanya di tujukan untuk tahun lalu itu akhirnya di pending. Saya down. Butuh waktu cukup lama untuk membangkitkan kembali semangat. Walau pada akhirnya saya berhasil keluar dari keterpurukan. Tahun baru saya hadapi dengan semangat baru, idealisme baru, pandangan baru, tenaga baru serta keyakinan baru. Strategi baru juga turut diterapkan, pendekatan gaya baru dipergunakan serta seluruh daya upaya lainnya. Tidak mulus memang. Naik turun moods klien, tarik ulur kepentingan, rangkaian kemarahan dan kekecewaan, serta semua hal lainnya. Hingga akhirnya kegiatan itu mencapai klimaksnya. Surat yang di tunggu sejak lama akhirnya keluar juga. Tapi akhirnya saya tetap harus menelan pahitnya kekecewaan.
Dan kini setelah semua idealisme, mimpi, tujuan, jalan hidup atau apapun namanya itu hancur di depan nama, saya kehilangan pijakan. Entah apalagi yang bisa menahan saya untuk menggeluti bidang ini. Saya tidak tahu..Saya tidak bisa berfikir. Hanya hampa.