Bekerja dengan kebanggaan. Mungkin itu anugrah terbesar yang dapat saya
dapatkan saat ini. Melakukan sesuatu yang disukai, melakukannya dengan penuh
tanggung jawab serta menghasilkan karya yang dengan bangga menaruh nama
diatasnya. Sign with Proud. Tidak
banyak dari rekan dan kenalan yang dapat mencicipi perasaan ini. To be frankly, it’s really nice.
Melakukan sesuatu bukan karena mengejar uang atau jabatan. Hanya demi
aktualisasi diri.
Saya memulai pekerjaan ini sejak 1,5 tahun yang lalu. Tapi waktu yang
singkat ini telah memberikan banyak kegembiraan dan kepuasan lebih dari 4 tahun
masa professional saya. Bermula dari seorang project coordinator yang berkutat dengan survey dan laporan, saya
mendapat kesempatan melihat dunia lebih besar dari sisi manajemen dan marketing. Promosi dari atasan yang
sejak awal tidak disangka, membawa saya pada dunia marketing.
Awalnya saya cukup yakin berada di profesi tersebut. Kemampuan
komunikasi dan karakter sanguine yang
diturunkan oleh ayah, membuat karier melejit cepat. Tentu saja ada banyak
kenikmatan disana. Fasilitas, jaringan, power
serta kebanggaan sebagai talent
dari sebuah korporasi besar. Walau akhirnya saya memutuskan mundur, karier saya
selanjutnya juga tidak jauh dari dunia marketing
dan sales. 3 tahun total dihabiskan
dalam profesi tersebut dan saya tidak merasakan kepuasan yang selalu dicari.
Semua atribut yang awalnya sangat menarik perlahan menjadi semu. Hanya
menyisakan kekosongan. Marketing
bukan jalur karier saya. Bukan panggilan hidup yang akan dikejar hingga akhir.
Bukan sesuatu yang akan mengisi malam-malam dengan semangat untuk menciptakan karya
terbaik.
Passion saya yang sesungguhnya adalah belajar, mencari
tahu lebih banyak, mengerti lebih dalam, mendapatkan jawaban, mengungkapkannya
dalam lisan dan tulisan, berbagi dan menciptakan sesuatu yang akan bertahan
lama, membantu mereka yang kesulitan untuk kemudian melihat karya dan
keberhasilan orang lain sebagai legacy.
Marketing sayangnya bukan jalur yang
cocok untuk passion tersebut.
Dan datanglah kesempatan itu. Konsultan, pekerjaan yang disebut sebagai the ultimate career of professional.
Tidak hanya sekedar bekerja, profesi ini mempertemukan saya dengan seorang luar
biasa yang mengajarkan tentang professionalism,
attention to detail, perfectionism, serta paling penting, disiplin. Dari
beliau pula, saya mengerti lebih jauh tentang passion dan bagaimana hal sederhana tersebut dapat mengubah cara
seseorang memandang dunia dan memberikan respon terhadap
tantangan-tantangannya.
Profesi ini memberikan saya kesempatan belajar sekaligus mengubahnya
menjadi masterpiece. Membantu pihak
lain mencapai tujuannya dan mendapatkan bayaran untuk itu. Mengatur diri
sendiri untuk disiplin dan disaat yang sama menikmati waktu untuk menemukan
saat-saat terbaik mengaktualisasikan diri.
Banyak dari kita yang memandang pekerjaan, karier, dan tugas hanya
sebagai sebuah aktivitas rutin yang harus dilewati. Percayalah, saya pernah
mengalami hal tersebut. Tidak ada yang menyenangkan dan menyedihkan dari kondisi
tersebut. Datang tepat waktu, mengerjakan tugas dengan seadanya, melakukan
perintah atau arahan yang tidak sesuai nurani, terbelunggu oleh sistem, lelah
karena apresiasi yang tidak didengar dan pada akhirnya menjadi skeptis terhadap
keadaan. Hanya menjalani pekerjaan hanya sebagai kewajiban atas nama bertahan
hidup.
Saya tidak mengatakan hidup sebagai karyawan atan pekerja profesional
sebagai sesuatu yang buruk. Melakukan wirausaha dan hanya menjalaninya sekedar
beraktivitas juga bisa menjadi kejenuhan baru. Saya pernah memiliki rekan yang
keluar dari pekerjaannya dan memilih untuk berbisnis rumah makan. Dia melakukan
investasi besar dengan membeli peralatan masak dan makan, menyewa ruko, membeli
furniture dan melakukan dekorasi besar-besaran. Konsep rumah makannya menarik
dan masakannya juga tergolong enak, tetapi beberapa tahun kemudian dia menutup
rumah makan itu dan kembali ke pekerjaan lamanya. Ketika saya bertanya mengapa
dia berhenti, jawabannya adalah karena bisnis tidak semenarik yang dibayangkan.
Dia justru tidak punya waktu untuk beristirahat, keuntungan yang naik turun,
serta rasa nyaman yang selalu ditemukan di pekerjaan.
Gerber dalam buku fenomenalnya, E
Myth, mengatakan bahwa sebagian besar entrepreneur
bekerja dalam bisnisnya (work in the
business). Mereka menciptakan sistem, melakukan pekerjaannya, menyusun
strategi dan melakukan investasi demi ekspansi. Nyatanya, terlalu banyak entrepreneur yang kecewa karena harapan
akan kebebasan financial dan waktu yang tidak terpenuhi. Mereka terjebak dalam
rutinitas, kerumitan, intrik, persaingan serta laba yang tidak sesuai harapan.
Mereka memilih berbisnis tetapi tetap bekerja dengan mindset seorang karyawan. Melakukan segala sesuatu atas nama uang
dan atribut tambahan lainnya.
Seorang pebisnis seharusnya bekerja diatas bisnisnya (work on the business), bukan dalam
bisnis (work in the business). Diatas
dan didalam adalah dua hal yang sangat berbeda. Bekerja diatas bisnis berarti
memandang bisnis sebagai suatu karya, pencapaian dan aktualisasi diri sehingga
apapun yang dikerjakan dalam bisnis, tujuannya bukan mendapatkan memuaskan
pelanggan keuntungan atau bahkan mendapatkan keuntungan. Bekerja diatas bisnis
berarti bekerja semaksimal mungkin untuk memberikan karya, produk, hasil
terbaik. Keuntungan, kepuasan, pelanggan, kesuksesan adalah atribut yang akan
datang sebagai kompensasi dari penciptaan tertinggi.
Menariknya, konsep ini tidak hanya berlaku bagi bisnis tetapi juga bagi
karyawan, professional, bahkan profesi seperti musisi sekalipun. Salah seorang
adik kelas saya menjalani konsep ini dengan sempurna. Dia adalah mahasiswa
salah satu institut kesenian di Jogja. Demi mengejar kecintaannya pada bass dan musik, dia meninggalkan
kuliahnya di Universitas negeri di daerah yang sama. Awalnya orang tuanya tidak
setuju, tetapi dia meyakinkan mereka bahwa jurusan yang diambil tersebut bukan passion nya. Kalaupun lulus dia hanya
akan menjadi professional biasa dengan karier rata-rata dan hidup yang
membosankan. Setelah debat panjang, akhirnya orang tuanya mengizinkan dan dia
pun menjalani hidup sebagai seorang seniman musik.
Tapi bukan itu yang membuat saya tertarik dengan kisahnya. Sebagai
pemusik, dia jauh lebih disiplin dan berdedikasi daripada professional seperti
saya. Minimal 12 jam dia habiskan untuk berlatih bass. Bangun tidur dia
langsung berlatih hingga waktu kuliah dimulai. Malam hari mulai dari jam 7
hingga jam 3 pagi, gitar bass tidak
pernah lepas dari tangannya. Bahkan sanking kerasnya berlatih, dia pernah tidak
sadar kalau tangannya berdarah dan mengganggu petikan bass. Hebatnya, dia hanya
mengambil perban, membersihkan darah dan luka untuk kemudian berlatih lagi.
Perkataan yang sangat diingat darinya adalah, “Kak, gw kayak gini cuma karena bass udah jadi jalan hidup. Sukses,
terkenal, kaya itu cuma hasil akhir aja. Tanpa itupun gw akan tetap latihan bass dan main musik”
Salahkah berharap kaya, terkenal, memiliki power dan atribut lainnya? Tentu tidak. Tetapi apakah dengan
atribut itu kita bisa puas? Jawabannya tidak. Gaji misalnya. Apakah gaji 10
juta besar? Jika iya, mengapa banyak orang yang keluar dari pekerjaannya ketika
ditawarkan gaji yang lebih besar? 10 juta mungkin kurang banyak bagi Anda.
Bagaimana dengan 100 juta? Sudah cukup besar? Kalau iya jawabannya, apakah Anda
yakin tidak akan pindah jika ada rekan yang menawarkan gaji 200 juta? Gaji,
kekuasaan, jabatan, fasilitas adalah hygiene
factor, sesuatu yang akan terus berubah, dan tidak pernah dapat terpuaskan.
Mudahnya, hygiene factor
seperti mobil yang diberi pemberat. Mobil adalah Anda dan pemberat adalah hygiene factor nya. Apa yang terjadi
jika mobil berjalan dengan pemberat? Tentu kecepatannya akan berkurang. Apa
yang terjadi ketika pemberat dilepaskan? Mobil akan berjalan dengan lebih
kencang tetapi hanya sekencang kecepatan maksimal mobil tersebut. Bagaimana
jika mobil tersebut diberikan turbo? Walau seberat apapun beban yang ada di
mobil, selama kekuatan turbo lebih besar dari berat beban, maka mobil akan
melaju lebih cepat dari kecepatan maksimalnya. Anda tentu sudah tahu apa yang
saya maksud sebagi turbo. Itulah yang disebut sebagai passion, kebanggaan akan pekerjaan, aktualisasi diri, penciptaan masterpiece dan semua yang saya
ceritakan di awal tulisan ini.
In the end it’s all about
mindset. The little things that change the way you see the world and of course,
change the way you live it. Be passionate, be proud, whatever you do. And
you’ll see that fame, glory, wealth and those attribute simply a product of
masterpiece that you made.