Catatan 27

Posted: Jumat, 14 Juni 2013 by Iqbal Fajar in
0

Ini mungkin catatan renungan paling cepat yang pernah saya buat. Biasanya, saya membuat catatan setelah kejadian berlangsung, bahkan sering kali hingga berbulan bulan setelah kejadian tersebut. Seperti biasa, menulis adalah salah satu media tempat saya mencatat perjalanan kehidupan. Peristiwa yang akan datang beberapa jam lagi ini sebenarnya bukan hal yang saya anggap terlalu penting. Tetapi memang layak sebagai ditulis mengingat apa yang sudah terjadi sebelumnya.


 So, ada apa sebenarnya? Mungkin itu yang anda pikirkan ketika membaca artikel tidak penting ini. Dari judulnya, beberapa sudah bisa menebak. Catatan 27. Angka yang saya sendiri sudah tidak sadar telah berhasil dilalui. 27 adalah angka yang menarik. Ada banyak mimpi ketika angka tersebut tercapai. Sangat banyak keinginan yang terucap ketika akhirnya momen ini tiba. Terlalu banyak juga yang datang tanpa terpikir.

27 adalah umur saya beberapa jam lagi. Cukup banyak ya? Angka yang menyadarkan saya bahwa ada banyak hal yang sudah terjadi selama ini. 10 tahun sudah berselang sejak angka 17 menghampiri dan saya merasakan dinginnya air Sukabumi karena tradisi pelemparan ke kolam di masa SMA. Atau ketika angka 20 dimana saya merasakan dinginnya udara Bandung. Tentu jangan lupakan angka 24 dimana kesendirian menjadi teman setia di kegelapan malam. Dan pastinya angka 26 yang hangat bersama keluarga besar.

Masih banyak angka lain yang punya arti dalam kehidupan. Saya tidak begitu mengingatnya. Jujur, saya sendiri bukan pecinta ultah, milad, birthday atau apapun istilahnya. Bagi saya, itu semua hanya titik, momen yang menandakan usia semakin berkurang. Alasan mengapa momen ini menjadi penting ialah karena saya terbiasa melihat kebelakang dan melakukan evaluasi atas pencapaian dan mimpi-mimpi yang masih harus dikejar.

Dan disinilah saya sekarang, berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan artikel ini sebelum jam berdetak ke angka 12 dan resmilah saya menyandang status umur 27.

Apa yang sudah terjadi satu tahun belakangan?

Hmm,, terlalu banyak yang terjadi. Tapi ada beberapa momen yang tidak akan terlupakan. And here they are…

Gagal menikah adalah momen yang pertama terlintas. Rasanya malam itu tetap belum bisa terlupakan. Ketika semua harapan dan keyakinan akhirnya harus runtuh dihadapan kenyataan. Saya sudah membahas beberapa kali tentang kronologis dan alasan mengapa momen tersebut terjadi. Kini, setelah hampir satu tahun, saya sudah berhasil hidup dengan lebih baik walau terkadang masih teringat momen itu.

Peristiwa yang juga melekat kuat adalah ketika saya menjalin hubungan dengan 2 orang wanita, tentu dalam waktu yang berbeda. Yang menarik dari hubungan dengan kedua wanita tersebut adalah persentase keberhasilan hubungan secara jangka panjang. Hampir nol besar. Tapi saya tetap memaksa dan percaya. Seperti yang sudah diduga, hubungan tersebut memang gagal tapi bukan tanpa pelajaran. Dari mereka saya belajar tentang ketulusan, kekuatan untuk percaya pada mimpi, bertindak dan sedikit berkata serta paling utama, ketulusan. Apapun tanggapan mereka pada saya saat ini, selalu ada tempat khusus di memori bagi mereka.

Jogja kembali menorehkan tinta khusus di kehidupan. Kali ini untuk kedua kalinya saya menyambangi Jogja dan jalur Selatan dalam single touring. Menapaki jalan yang dilalui 2 tahun lalu sangat menyenangkan. Bernostalgia dengan tikungan dan tanjakan, kedinginan di tengah malam, berhadapan dengan teriknya jalanan, menikmati keberhasilan di sudut Malioboro, terbenam sendirian dalam keramaian malam, kopi joss dengan arang menyalanya, dawet alami di pinggiran sawah serta kelelahan yang menyegarkan. Semua asa dan beban serasa hilang ditelan angin. Jalanan selalu menginspirasi dan menenangkan.

Tahun baru juga menarik. Baru kali itu saya merasakan nikmatnya kembang api bersama teman-teman lama yang menjadi dekat tiba-tiba. Berangkulan diatap kostan, mengucap mimpi dan janji diterangi oleh kiltan kembang api yang menerangi malam. Ya, itu adalah malam tahun baru terbaik saya hingga saat ini.

Wisuda S2 adalah momen yang unik. Menjadi menarik karena saya selalu berharap akan sampai pada masa dimana studi ini terselesaikan tetapi perasaan ketika wisuda selesai sangat berbeda dengan saat S1. Tidak ada after party, adik kelas yang menyambut, foto-foto kegembiraan, kesyahduan ruang wisuda serta euphoria lain yang muncul di masa sarjana. Semua rasanya terlalu biasa dan hambar.

Karier professional adalah bagian yang saya tidak sangka akan masuk dalam tulisan ini. Setelah merasakan kegalauan luar biasa untuk segera pindah ke level selanjutnya, saya berhasil berdamai dengan kesibukan project dan kepercayaan yang mulai tercurah dari atasan. Ketika semua itu menenangkan kegalauan, tiba-tiba saja tawaran untuk tanggung jawab yang lebih besar datang. Awalnya saya menolak dengan beberapa alasan. Namun kemudian kenyataan dan fakta membuka mata saya. Ada dunia diluar sana. Batas yang harus dilewati untuk mencapai tingkatan yang jauh lebih tinggi. Maka tawaran itupun diterima. Genap 2 minggu saya secara resmi berpindah pekerjaan dan merintis mimpi lainnya.

Tapi semua peristiwa tersebut tidak sebanding dengan momen utama yang terjadi menjelang angka 27 menghampiri saya. Mimpi terbesar kembali hadir dengan bentuk yang paling sempurna. Wanita yang saya harapkan selalu berada di sisi hingga akhir nanti telah tiba. Dia, sang wanita yang pernah hadir sesaat dalam kehidupan, terpisah karena keputusan, menjalani masa yang tidak terpikirkan untuk kemudian kembali hadir dalam sosok berbeda.

Dia, yang bertransformasi dari pendiam dengan poni menutupi dahi menjadi wanita percaya diri serta 3 B (BB, belah tengah, behel) khas ibukota. Dia yang saat itu sedang bersama orang lain dan berkata sudah melupakan momen singkat 2 tahun lalu itu. Entah apa yang terjadi padanya. Tapi malam itu di Seven Eleven Tebet, saya melihat sosok berbeda. Dan saya hanya bisa terpana. Terdiam sambil berpikir, “Is she the same person as before??”

Malam itu adalah permulaan dari mimpi yang kembali menyala. Impian tentang berkeluarga dan hidup bersama dalam kebahagiaan. Mimpi yang sudah saya lupakan sejak kegagalan menikah sebelumnya. Kini, saya bisa mengakhiri tulisan ini dengan penuh senyum. Senyum yang akan saya ingat apapun yang terjadi kedepannya. Karena pada akhirnya kita semua hidup dalam momen saat ini. Bukan masa lalu, bukan pula masa depan. Saat ini, jam ini, detik ini. Dan sekali lagi saya bisa berkata dengan lantang bahwa, saya tersenyum lebar saat ini. Saat dimana angka 27 akan segera hadir di kehidupan.