Rindu

Posted: Rabu, 04 September 2013 by Iqbal Fajar in
0

Rindu aku pada angin
Yang menerjang, tegas, tak bertulang

Dalam hening dentuman nada
Serta adrenalin yang membuka mata

Rindu aku pada cengkrama
Tentang spontan dan tanpa aba-aba
Tiada wajah yang selamatkan atau malu yang bertuan

Rindu aku pada tawa 
Berlepasan tanpa henti
Hanya tertahan oleh waktu pagi

Rindu aku pada tangis
Menetas tiba-tiba
Menyeruak dalam bising keteraturan


Wahai diriku yang dahulu
Kemana engkau tersimpan?
Apakah sudah nikmat kursi empukmu itu?
Atau terang sudah malam sendirimu?
Hingga kau lupakan bahwa hidup sejatinya adalah bergembira?

Akar

Posted: Senin, 02 September 2013 by Iqbal Fajar in
0

Sudah lama rasanya saya tidak menulis. Walaupun definisi menulis sedikit dipertanyakan. Ya, definisi menulis ini ialah menulis di blog pribadi. Bercerita tentang perasaan, pengalaman, kejadian dan romansa kehidupan. Menulis tetap saya lakukan tetapi dalam bentuk berbeda. Lebih banyak berupa artikel atau pekerjaan. Proposal, presentasi, makalah, hingga tulisan ilmiah.

Tapi hampir tidak ada yang berupa tulisan curahan hati seperti biasanya. Ini aneh. Setidaknya bagi individu pengeluh dan maniak curhat seperti saya. Tidak ada puisi, curhatan, pendapat pribadi atau sekedar kejadian bodoh sebagai tulisan. Alasan tidak ada waktu juga bukan bentuk yang tepat. Pekerjaan memang banyak tetapi masih cukup untuk dikendalikan. Ide juga bukan hambatan. Selalu ada kejadian lucu atau menarik untuk diceritakan.

Lalu apa alasannya? Well, simpel saja sebenarnya. Saya mendapatkan saluran curhat baru. Ada media untuk bercerita yang lebih mudah, cepat dan pastinya, bisa memberikan komentar secara cepat.

Yup, saya sudah memiliki pasangan. Dia yang selalu tersenyum dan tertawa lucu. Bertingkah selayaknya anak kecil sembari menyembunyikan kedewasaan dan kemandiriannya. Karena wanita itulah saya menjadi lebih manusia lagi. Lebih menjadi mahluk social yang sebagian besar hidupnya dihabiskan dengan berinteraksi dengan sesama mahluk social, bukan laptop atau note yang hanya satu arah. Bukan pula menjadi individu autis yang melihat dari satu perspektif saja, pendapat pribadi.

Jujur, ini pedang bermata dua. Satu sisi sangat bagus karena saya bisa jadi manusia normal lagi. Sisi lain yang mungkin berbahaya ialah menurunnya kreativitas menulis karena kurang latihan. Saya menjadi kurang peka dalam menyalurkan ide dan pendapat. Menjadi kurang kritis dalam menyikapi permasalahan hingga kebingungan memilih diksi yang tepat untuk ekspresi perasaan.


Tapi sejujurnya, sisi buruk itu adalah sesuatu yang saya terima. Pengalaman menjadi manusia social yang sepenuhnya berkembang, berinteraksi, berdiskusi, mengerti, bertoleransi dan mencintai manusia lainnya, adalah pengalaman yang tidak akan saya tukar dengan apapun juga. Lagipula, menulis adalah darah, passion, kebanggaan dan nyawa saya. Sebesar apapun alasan yang menahannya, saya akan tetap menulis. Karena menulis adalah akar saya yang paling utama. Sesuatu yang tidak akan hilang walau apapun yang terjadi. 

Catatan 27

Posted: Jumat, 14 Juni 2013 by Iqbal Fajar in
0

Ini mungkin catatan renungan paling cepat yang pernah saya buat. Biasanya, saya membuat catatan setelah kejadian berlangsung, bahkan sering kali hingga berbulan bulan setelah kejadian tersebut. Seperti biasa, menulis adalah salah satu media tempat saya mencatat perjalanan kehidupan. Peristiwa yang akan datang beberapa jam lagi ini sebenarnya bukan hal yang saya anggap terlalu penting. Tetapi memang layak sebagai ditulis mengingat apa yang sudah terjadi sebelumnya.


 So, ada apa sebenarnya? Mungkin itu yang anda pikirkan ketika membaca artikel tidak penting ini. Dari judulnya, beberapa sudah bisa menebak. Catatan 27. Angka yang saya sendiri sudah tidak sadar telah berhasil dilalui. 27 adalah angka yang menarik. Ada banyak mimpi ketika angka tersebut tercapai. Sangat banyak keinginan yang terucap ketika akhirnya momen ini tiba. Terlalu banyak juga yang datang tanpa terpikir.

27 adalah umur saya beberapa jam lagi. Cukup banyak ya? Angka yang menyadarkan saya bahwa ada banyak hal yang sudah terjadi selama ini. 10 tahun sudah berselang sejak angka 17 menghampiri dan saya merasakan dinginnya air Sukabumi karena tradisi pelemparan ke kolam di masa SMA. Atau ketika angka 20 dimana saya merasakan dinginnya udara Bandung. Tentu jangan lupakan angka 24 dimana kesendirian menjadi teman setia di kegelapan malam. Dan pastinya angka 26 yang hangat bersama keluarga besar.

Masih banyak angka lain yang punya arti dalam kehidupan. Saya tidak begitu mengingatnya. Jujur, saya sendiri bukan pecinta ultah, milad, birthday atau apapun istilahnya. Bagi saya, itu semua hanya titik, momen yang menandakan usia semakin berkurang. Alasan mengapa momen ini menjadi penting ialah karena saya terbiasa melihat kebelakang dan melakukan evaluasi atas pencapaian dan mimpi-mimpi yang masih harus dikejar.

Dan disinilah saya sekarang, berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan artikel ini sebelum jam berdetak ke angka 12 dan resmilah saya menyandang status umur 27.

Apa yang sudah terjadi satu tahun belakangan?

Hmm,, terlalu banyak yang terjadi. Tapi ada beberapa momen yang tidak akan terlupakan. And here they are…

Gagal menikah adalah momen yang pertama terlintas. Rasanya malam itu tetap belum bisa terlupakan. Ketika semua harapan dan keyakinan akhirnya harus runtuh dihadapan kenyataan. Saya sudah membahas beberapa kali tentang kronologis dan alasan mengapa momen tersebut terjadi. Kini, setelah hampir satu tahun, saya sudah berhasil hidup dengan lebih baik walau terkadang masih teringat momen itu.

Peristiwa yang juga melekat kuat adalah ketika saya menjalin hubungan dengan 2 orang wanita, tentu dalam waktu yang berbeda. Yang menarik dari hubungan dengan kedua wanita tersebut adalah persentase keberhasilan hubungan secara jangka panjang. Hampir nol besar. Tapi saya tetap memaksa dan percaya. Seperti yang sudah diduga, hubungan tersebut memang gagal tapi bukan tanpa pelajaran. Dari mereka saya belajar tentang ketulusan, kekuatan untuk percaya pada mimpi, bertindak dan sedikit berkata serta paling utama, ketulusan. Apapun tanggapan mereka pada saya saat ini, selalu ada tempat khusus di memori bagi mereka.

Jogja kembali menorehkan tinta khusus di kehidupan. Kali ini untuk kedua kalinya saya menyambangi Jogja dan jalur Selatan dalam single touring. Menapaki jalan yang dilalui 2 tahun lalu sangat menyenangkan. Bernostalgia dengan tikungan dan tanjakan, kedinginan di tengah malam, berhadapan dengan teriknya jalanan, menikmati keberhasilan di sudut Malioboro, terbenam sendirian dalam keramaian malam, kopi joss dengan arang menyalanya, dawet alami di pinggiran sawah serta kelelahan yang menyegarkan. Semua asa dan beban serasa hilang ditelan angin. Jalanan selalu menginspirasi dan menenangkan.

Tahun baru juga menarik. Baru kali itu saya merasakan nikmatnya kembang api bersama teman-teman lama yang menjadi dekat tiba-tiba. Berangkulan diatap kostan, mengucap mimpi dan janji diterangi oleh kiltan kembang api yang menerangi malam. Ya, itu adalah malam tahun baru terbaik saya hingga saat ini.

Wisuda S2 adalah momen yang unik. Menjadi menarik karena saya selalu berharap akan sampai pada masa dimana studi ini terselesaikan tetapi perasaan ketika wisuda selesai sangat berbeda dengan saat S1. Tidak ada after party, adik kelas yang menyambut, foto-foto kegembiraan, kesyahduan ruang wisuda serta euphoria lain yang muncul di masa sarjana. Semua rasanya terlalu biasa dan hambar.

Karier professional adalah bagian yang saya tidak sangka akan masuk dalam tulisan ini. Setelah merasakan kegalauan luar biasa untuk segera pindah ke level selanjutnya, saya berhasil berdamai dengan kesibukan project dan kepercayaan yang mulai tercurah dari atasan. Ketika semua itu menenangkan kegalauan, tiba-tiba saja tawaran untuk tanggung jawab yang lebih besar datang. Awalnya saya menolak dengan beberapa alasan. Namun kemudian kenyataan dan fakta membuka mata saya. Ada dunia diluar sana. Batas yang harus dilewati untuk mencapai tingkatan yang jauh lebih tinggi. Maka tawaran itupun diterima. Genap 2 minggu saya secara resmi berpindah pekerjaan dan merintis mimpi lainnya.

Tapi semua peristiwa tersebut tidak sebanding dengan momen utama yang terjadi menjelang angka 27 menghampiri saya. Mimpi terbesar kembali hadir dengan bentuk yang paling sempurna. Wanita yang saya harapkan selalu berada di sisi hingga akhir nanti telah tiba. Dia, sang wanita yang pernah hadir sesaat dalam kehidupan, terpisah karena keputusan, menjalani masa yang tidak terpikirkan untuk kemudian kembali hadir dalam sosok berbeda.

Dia, yang bertransformasi dari pendiam dengan poni menutupi dahi menjadi wanita percaya diri serta 3 B (BB, belah tengah, behel) khas ibukota. Dia yang saat itu sedang bersama orang lain dan berkata sudah melupakan momen singkat 2 tahun lalu itu. Entah apa yang terjadi padanya. Tapi malam itu di Seven Eleven Tebet, saya melihat sosok berbeda. Dan saya hanya bisa terpana. Terdiam sambil berpikir, “Is she the same person as before??”

Malam itu adalah permulaan dari mimpi yang kembali menyala. Impian tentang berkeluarga dan hidup bersama dalam kebahagiaan. Mimpi yang sudah saya lupakan sejak kegagalan menikah sebelumnya. Kini, saya bisa mengakhiri tulisan ini dengan penuh senyum. Senyum yang akan saya ingat apapun yang terjadi kedepannya. Karena pada akhirnya kita semua hidup dalam momen saat ini. Bukan masa lalu, bukan pula masa depan. Saat ini, jam ini, detik ini. Dan sekali lagi saya bisa berkata dengan lantang bahwa, saya tersenyum lebar saat ini. Saat dimana angka 27 akan segera hadir di kehidupan.

Lelah Cinta

Posted: Selasa, 09 April 2013 by Iqbal Fajar in
0


Berteriaklah wahai sunyi
Kabarkan pada terang cerita mu
Biar mereka sadar akan tangis ini
Yang tertahan tanpa mengalir

Kita adalah si bodoh yang terlena
Pada setiap kesalahan yang berulang
Akan keterbukaan yang menghancurkan
Dan dia yang tetap belum bergerak dari lalunya

Wahai Cinta !
Mengapa kau berkelakar selalu?
Belum bosankah sakiti hati?
Hingga kapan kau ingin terbagi?

Lelah sudah kita mengejar cinta
Kapan cinta datang tanpa dipinta?

Pagi Sunyi

Posted: Jumat, 29 Maret 2013 by Iqbal Fajar in
0


Tebaran abu melayang
Tertiup angin, dia menghilang
Walau sudah bosan dalam gelap
Tetap menghamba pada setitik sinar
Yang berikan harapan akan kegembiraan

Kita adalah nyawa yang terus bertahan
Bergantung pada mimpi tentang kebersamaan
Pagi ini kita tetap terdiam dalam sunyi

Alone

Posted: by Iqbal Fajar in
0


Its kind of funny. I tend to forget how its feel to be alone for couple months. And still when those feelings come across, I still don’t manage to handle it in good way.

Kesibukan pekerjaan dan beberapa hal lainnya membuat saya melupakan sejenak rasa kesepian. On going project yang membuat frustasi, kenyamanan berinteraksi dengan passion, individu-individu yang datang silih berganti, transisi ke pekerjaan selanjutnya adalah alasan mengapa hidup menjadi sangat menyenangkan beberapa waktu kebelakang.

Walaupun harus diakui saya sedikit kehilangan waktu privasi, khususnya untuk menulis. Pekerjaan adalah anugrah sekaligus beban yang harus ditanggung. Saya hampir tidak punya waktu luang untuk sekedar menulis puisi atau menceritakan pengalaman. And that’s a big problem for me. Menulis adalah media relaksasi paling diandalkan dan teruji. Melalui tulisan saya bisa mengungkapkan keluh kesah, mencaci maki, memuji, merenung, belajar dari kesalahan, menemukan fokus serta paling penting tetap menjaga semangat untuk maju. Maka ketika waktu menulis harus digadaikan dengan pekerjaan, quality time dengan orang terdekat, istirahat panjang sebagai dampak kelelahan, saya tetap tidak nyaman dengan semua ini.

Alasan lain mengapa saya berhenti menulis belakangan ini ialah karena adanya muara baru untuk bercerita. Ada beberapa orang yang mendekat di keseharian. Mereka dengan sabarnya mendengar keluh kesah bodoh saya yang terkadang tidak seharusnya dibagikan begitu saja. Dari mereka juga saya diingatkan kembali bahwa hidup bukan sekedar bekerja dan menjalani keseharian. Hanya sekedar melewati hari untuk kembali pada rutinitas lainnya.

Terlepas dari kenyamanan tersebut, saya tetap sendiri. Tanpa komitmen tanpa kepastian. Sedekat apapun mereka hadir, pada akhirnya saya sampai juga di saat ini. Masa ketika kamar menjadi kosong, waktu santai datang, dan kesepian merayap pelan. Pagi itu saya terbangun hanya untuk sadar bahwa kamar apartemen tetap kosong. Hanya ada gelap, udara pengap, keringat yang mengucur, mimpi buruk yang kembali datang dan tentu saja kesunyian yang menyakitkan. Subuh itu juga yang mengingatkan saya akan masa-masa ketika hingar bingar dan kegembiraan berganti dengan kekecewaaan dan kesepian. Pada akhirnya, rokok, kopi, dan lagu adalah rekan yang tetap setia.

Saya tidak tahu berapa lama lagi kesepian ini akan bertahan. I’ve taken too much damage. And the way I handle it is not helping me to fix it. Maybe all this loneliness is simply made by me. Maybe its me that refuse to be close to others. Maybe its just the way I know to handle problems. Keep alone and rely on myself. Or maybe its just God’s way to preparing me for the best moment that yet to come. Because, even after all those frustrating moment, I never lost hope in finding someone that will erasing this loneliness.  

A Note about Passion

Posted: Senin, 04 Maret 2013 by Iqbal Fajar in
0


Bekerja dengan kebanggaan. Mungkin itu anugrah terbesar yang dapat saya dapatkan saat ini. Melakukan sesuatu yang disukai, melakukannya dengan penuh tanggung jawab serta menghasilkan karya yang dengan bangga menaruh nama diatasnya. Sign with Proud. Tidak banyak dari rekan dan kenalan yang dapat mencicipi perasaan ini. To be frankly, it’s really nice. Melakukan sesuatu bukan karena mengejar uang atau jabatan. Hanya demi aktualisasi diri.

Saya memulai pekerjaan ini sejak 1,5 tahun yang lalu. Tapi waktu yang singkat ini telah memberikan banyak kegembiraan dan kepuasan lebih dari 4 tahun masa professional saya. Bermula dari seorang project coordinator yang berkutat dengan survey dan laporan, saya mendapat kesempatan melihat dunia lebih besar dari sisi manajemen dan marketing. Promosi dari atasan yang sejak awal tidak disangka, membawa saya pada dunia marketing.

Awalnya saya cukup yakin berada di profesi tersebut. Kemampuan komunikasi dan karakter sanguine yang diturunkan oleh ayah, membuat karier melejit cepat. Tentu saja ada banyak kenikmatan disana. Fasilitas, jaringan, power serta kebanggaan sebagai talent dari sebuah korporasi besar. Walau akhirnya saya memutuskan mundur, karier saya selanjutnya juga tidak jauh dari dunia marketing dan sales. 3 tahun total dihabiskan dalam profesi tersebut dan saya tidak merasakan kepuasan yang selalu dicari.

Semua atribut yang awalnya sangat menarik perlahan menjadi semu. Hanya menyisakan kekosongan. Marketing bukan jalur karier saya. Bukan panggilan hidup yang akan dikejar hingga akhir. Bukan sesuatu yang akan mengisi malam-malam dengan semangat untuk menciptakan karya terbaik.

Passion saya yang sesungguhnya adalah belajar, mencari tahu lebih banyak, mengerti lebih dalam, mendapatkan jawaban, mengungkapkannya dalam lisan dan tulisan, berbagi dan menciptakan sesuatu yang akan bertahan lama, membantu mereka yang kesulitan untuk kemudian melihat karya dan keberhasilan orang lain sebagai legacy. Marketing sayangnya bukan jalur yang cocok untuk passion tersebut.

Dan datanglah kesempatan itu. Konsultan, pekerjaan yang disebut sebagai the ultimate career of professional. Tidak hanya sekedar bekerja, profesi ini mempertemukan saya dengan seorang luar biasa yang mengajarkan tentang professionalism, attention to detail, perfectionism, serta paling penting, disiplin. Dari beliau pula, saya mengerti lebih jauh tentang passion dan bagaimana hal sederhana tersebut dapat mengubah cara seseorang memandang dunia dan memberikan respon terhadap tantangan-tantangannya.

Profesi ini memberikan saya kesempatan belajar sekaligus mengubahnya menjadi masterpiece. Membantu pihak lain mencapai tujuannya dan mendapatkan bayaran untuk itu. Mengatur diri sendiri untuk disiplin dan disaat yang sama menikmati waktu untuk menemukan saat-saat terbaik mengaktualisasikan diri.

Banyak dari kita yang memandang pekerjaan, karier, dan tugas hanya sebagai sebuah aktivitas rutin yang harus dilewati. Percayalah, saya pernah mengalami hal tersebut. Tidak ada yang menyenangkan dan menyedihkan dari kondisi tersebut. Datang tepat waktu, mengerjakan tugas dengan seadanya, melakukan perintah atau arahan yang tidak sesuai nurani, terbelunggu oleh sistem, lelah karena apresiasi yang tidak didengar dan pada akhirnya menjadi skeptis terhadap keadaan. Hanya menjalani pekerjaan hanya sebagai kewajiban atas nama bertahan hidup.

Saya tidak mengatakan hidup sebagai karyawan atan pekerja profesional sebagai sesuatu yang buruk. Melakukan wirausaha dan hanya menjalaninya sekedar beraktivitas juga bisa menjadi kejenuhan baru. Saya pernah memiliki rekan yang keluar dari pekerjaannya dan memilih untuk berbisnis rumah makan. Dia melakukan investasi besar dengan membeli peralatan masak dan makan, menyewa ruko, membeli furniture dan melakukan dekorasi besar-besaran. Konsep rumah makannya menarik dan masakannya juga tergolong enak, tetapi beberapa tahun kemudian dia menutup rumah makan itu dan kembali ke pekerjaan lamanya. Ketika saya bertanya mengapa dia berhenti, jawabannya adalah karena bisnis tidak semenarik yang dibayangkan. Dia justru tidak punya waktu untuk beristirahat, keuntungan yang naik turun, serta rasa nyaman yang selalu ditemukan di pekerjaan.

Gerber dalam buku fenomenalnya, E Myth, mengatakan bahwa sebagian besar entrepreneur bekerja dalam bisnisnya (work in the business). Mereka menciptakan sistem, melakukan pekerjaannya, menyusun strategi dan melakukan investasi demi ekspansi. Nyatanya, terlalu banyak entrepreneur yang kecewa karena harapan akan kebebasan financial dan waktu yang tidak terpenuhi. Mereka terjebak dalam rutinitas, kerumitan, intrik, persaingan serta laba yang tidak sesuai harapan. Mereka memilih berbisnis tetapi tetap bekerja dengan mindset seorang karyawan. Melakukan segala sesuatu atas nama uang dan atribut tambahan lainnya.

Seorang pebisnis seharusnya bekerja diatas bisnisnya (work on the business), bukan dalam bisnis (work in the business). Diatas dan didalam adalah dua hal yang sangat berbeda. Bekerja diatas bisnis berarti memandang bisnis sebagai suatu karya, pencapaian dan aktualisasi diri sehingga apapun yang dikerjakan dalam bisnis, tujuannya bukan mendapatkan memuaskan pelanggan keuntungan atau bahkan mendapatkan keuntungan. Bekerja diatas bisnis berarti bekerja semaksimal mungkin untuk memberikan karya, produk, hasil terbaik. Keuntungan, kepuasan, pelanggan, kesuksesan adalah atribut yang akan datang sebagai kompensasi dari penciptaan tertinggi.

Menariknya, konsep ini tidak hanya berlaku bagi bisnis tetapi juga bagi karyawan, professional, bahkan profesi seperti musisi sekalipun. Salah seorang adik kelas saya menjalani konsep ini dengan sempurna. Dia adalah mahasiswa salah satu institut kesenian di Jogja. Demi mengejar kecintaannya pada bass dan musik, dia meninggalkan kuliahnya di Universitas negeri di daerah yang sama. Awalnya orang tuanya tidak setuju, tetapi dia meyakinkan mereka bahwa jurusan yang diambil tersebut bukan passion nya. Kalaupun lulus dia hanya akan menjadi professional biasa dengan karier rata-rata dan hidup yang membosankan. Setelah debat panjang, akhirnya orang tuanya mengizinkan dan dia pun menjalani hidup sebagai seorang seniman musik.

Tapi bukan itu yang membuat saya tertarik dengan kisahnya. Sebagai pemusik, dia jauh lebih disiplin dan berdedikasi daripada professional seperti saya. Minimal 12 jam dia habiskan untuk berlatih bass. Bangun tidur dia langsung berlatih hingga waktu kuliah dimulai. Malam hari mulai dari jam 7 hingga jam 3 pagi, gitar bass tidak pernah lepas dari tangannya. Bahkan sanking kerasnya berlatih, dia pernah tidak sadar kalau tangannya berdarah dan mengganggu petikan bass. Hebatnya, dia hanya mengambil perban, membersihkan darah dan luka untuk kemudian berlatih lagi. Perkataan yang sangat diingat darinya adalah, “Kak, gw kayak gini cuma karena bass udah jadi jalan hidup. Sukses, terkenal, kaya itu cuma hasil akhir aja. Tanpa itupun gw akan tetap latihan bass dan main musik”

Salahkah berharap kaya, terkenal, memiliki power dan atribut lainnya? Tentu tidak. Tetapi apakah dengan atribut itu kita bisa puas? Jawabannya tidak. Gaji misalnya. Apakah gaji 10 juta besar? Jika iya, mengapa banyak orang yang keluar dari pekerjaannya ketika ditawarkan gaji yang lebih besar? 10 juta mungkin kurang banyak bagi Anda. Bagaimana dengan 100 juta? Sudah cukup besar? Kalau iya jawabannya, apakah Anda yakin tidak akan pindah jika ada rekan yang menawarkan gaji 200 juta? Gaji, kekuasaan, jabatan, fasilitas adalah hygiene factor, sesuatu yang akan terus berubah, dan tidak pernah dapat terpuaskan.

Mudahnya, hygiene factor seperti mobil yang diberi pemberat. Mobil adalah Anda dan pemberat adalah hygiene factor nya. Apa yang terjadi jika mobil berjalan dengan pemberat? Tentu kecepatannya akan berkurang. Apa yang terjadi ketika pemberat dilepaskan? Mobil akan berjalan dengan lebih kencang tetapi hanya sekencang kecepatan maksimal mobil tersebut. Bagaimana jika mobil tersebut diberikan turbo? Walau seberat apapun beban yang ada di mobil, selama kekuatan turbo lebih besar dari berat beban, maka mobil akan melaju lebih cepat dari kecepatan maksimalnya. Anda tentu sudah tahu apa yang saya maksud sebagi turbo. Itulah yang disebut sebagai passion, kebanggaan akan pekerjaan, aktualisasi diri, penciptaan masterpiece dan semua yang saya ceritakan di awal tulisan ini.

In the end it’s all about mindset. The little things that change the way you see the world and of course, change the way you live it. Be passionate, be proud, whatever you do. And you’ll see that fame, glory, wealth and those attribute simply a product of masterpiece that you made.   

Debar

Posted: Senin, 18 Februari 2013 by Iqbal Fajar in
0


Hilang sudah dia
Tapi mengapa tetap berdebar?

Tatkala sosok berjalan kosong
Entah hendak kemana tujuan
Aku hanya menduga
Tanpa menyapa atau bertanya

Kau hanya lalu yang coba dikubur
Semua rasa kini hanya semu

Tapi mengapa berdebar?

Walau diam selalu jadi bahasa
Dan marah akan tetap membara
Serta sendiri yang dijadikan pilihan
Atas nama ketakutan dan penyerahan

Tapi mengapa tetap berdebar?

Wahai engkau yang berpiyama merah
Mohon berikan jawaban

Carrot and Stick

Posted: Kamis, 24 Januari 2013 by Iqbal Fajar in
0


Apa yang selalu dikatakan oleh semua motivator dan optimist di luar sana? Mereka hanya mengatakan satu hal. Have faith in yourself. Caranya bisa berbeda-beda. Bisa lewat kata-kata motivasi yang langsung, contoh kasus dari orang-orang sukses atau bahkan sindiran pedas yang baik tujuannya. Everybody unique dengan segudang potensi yang belum disadari. Terus melangkah dan menghargai diri sendiri lebih baik. Tetaplah berpikiran positif. Apapun itu, setidaknya itu yang ingin mereka tularkan. Percayalah bahwa anda mampu.

Saya adalah salah satu individu yang hidup dari dogma tersebut. Bagi pribadi yang lahir dari keluarga di level medium, saya kerap tidak percaya diri akan kemampuan diri sendiri. Ayah yang pegawai negeri, Ibu yang juga dari keluarga biasa-biasa saja, sekolah yang hanya bisa dibilang cukup dan lingkungan yang bersahaja. Ayah saya bahkan pernah berpesan. “Nak, kamu tidak perlu jadi yang terbaik. Cukuplah jadi ditengah-tengah. Asal jangan dibawah”. Cukup menginspirasi bukan?

Maka saya pun tumbuh jadi seorang remaja yang biasa-biasa saja, tanpa ekspetasi lebih. Prestasi yang hanya dikejar agar cukup di lingkaran menengah atau pergaulan yang hanya sekelumit itu saja. Pesan Ayah tersebut juga saya pegang ketika pertama kali keluar rumah untuk masuk ke sekolah asrama di masa SMP. Bertemu dengan banyak orang baru dengan segala antusiasmenya, hanya cukup membuat saya tertarik beberapa saat. Selebihnya saya lebih banyak berdiam diri di perpustakaan sekolah atau terbenam dalam kelakuan iseng kabur dari asrama.

To be honest, ada keinginan besar untuk berada di lingkungan para elite, kelas atas. Mereka yang populer, keren, disukai banyak orang, bandel, melanggar aturan atau para high achiever. Siapa yang tidak mau dipandang lebih dari orang lain. Sayangnya cara yang saya lakukan tidak benar. Kurangnya sikap kompetitif dan nrimo, yang orangtua ajarkan membuat saya rendah diri dan merasa cukup dengan apa yang sudah ada. Akhirnya saya jadi malas ketika harus berusaha keras mencapai lingkungan elite tersebut. Tidak hanya itu, karena memang dasarnya saya ini cukup aneh dan lemah bagi anak seumuran, saya kerap kali dijadikan sasaran bullying di masa SMP. Komplitlah sudah. Pola pikir tidak kompetitif, nrimo yang salah arti dan selalu dijadikan sasaran ketidakdewasaan teman-teman membuat masa SMP saya cukup traumatis. Saya tidak percaya diri dan mulai tertutup pada dunia.

Untungnya, ada darah leluhur Sumatra yang bangkit diam-diam. Ketika dilecehkan karena fisik yang kecil dan sifat penakut, saya mulai bekerja lebih keras untuk menang dari mereka yang menganiaya dengan cara lain. Saya mulai menggunakan bakat terbesar yang diberikan Tuhan dan tentunya gen dari orangtua tercinta. Otak. I’m quite good at my study. Kegemaran membaca dari Ibu serta kemampuan komunikasi yang excellet dari Ayah mendukung saya menjadi pribadi yang lebih baik. Maka saya berjuang di sisi tersebut. Berusaha belajar lebih keras dan membaca lebih banyak. Jika saya tidak bisa menang dari pada pengganggu itu, maka saya tidak boleh kalah dari sisi otak dari mereka. And thanks God, I’m become a success one. Menggunakan semua potensi tersebut, saya perlahan berhasil naik kelas dari kasta bawah menuju ke golongan elit.

The problem is, I’m still the same kid that facing the world as uncompetitive and easy environment. Tujuan saya untuk berjuang selalu saja dimulai dari alasan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang mensepelekan. Di SMP pihak itu adalah para pengganggu dengan fisik besarnya, di SMA ialah para remaja kota dengan kekayaan dan sikap coolnya. Masa kuliah pemicunya adalah seorang wanita yang menolak cinta saya sedangkan masa professional adalah para senior yang meremehkan kompetensi. See the pattern here?  Selalu saja ada orang yang ingin saya buktikan bahwa pendapat mereka adalah salah.

Anda tahu dampaknya? Sama seperti keledai bodoh yang terus berjalan mengejar wortel yang digantung depan matanya, saya hanya berjalan karena mengejar suatu alasan. Anda tahu apa yang terjadi ketika wortel tersebut akhirnya bisa dimakan oleh keledai? Dia akan berhenti. Begitupun saya. Ketika tujuan untuk membuktikan pendapat orang lain tentang saya adalah salah berhasil dilaksanakan, saya pun kehilangan arah. Kosong. Parahnya lagi, wortel saya bukan sesuatu yang hadir dari diri sendiri. Wortel itu adalah orang lain, alasan tertentu yang kadang tidak berarti. Dilihat lebih oleh wanita yang saya suka, dianggap pintar oleh guru, atau sekedar terlihat sebagai anak baik-baik nan lugu.

Saya pun mulai menjadi orang lain. Berusaha mengikuti semua ekspetasi mereka yang meremahkan dengan pendapat saya sendiri. Hasilnya? Tentu saja tidak baik. Bukan hanya saja itu semua palsu tetapi saya mulai kehilangan keinginan pribadi. Hanya berusaha memenuhi harapan mereka yang meremahkan saya. Dan karena sejak awal saya punya bakat tidak percaya diri, sifat negatif itu pun mulai menjadi karakter. Saya tidak cukup yakin bisa mencapai level tertentu, tidak berani mendekati sesuatu yang tampaknya diluar jangkauan, menurunkan standar dan harapan pribadi, serta berserah diri dengan keadaan menunggu keajaiban. Ini berlaku untuk banyak hal. Saya tidak berani melamar pekerjaan dengan standar yang tinggi, takut menuliskan karya-karya, malas berbuat lebih banyak ketika menemui kegagalan, mengambil resiko untuk membuka usaha sendiri dan bersantai diri dengan keadaan yang cukup-cukup saja.

Saya baru belajar untuk mengerti tentang diri sendiri, passion, keinginan dan ambisi ketika bertemu dengan senior di pekerjaan saat ini. Dari beliaulah saya mengenal konsep external dan internal factor nya Stephen Covey. Beliau, bukan saja hebat dalam menyampaikan konsep tersebut di kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjalani konsep tersebut. Bahkan beliau bisa dikatakan hidup dengan 7 Habit of Highly Effective People. Melalui beliau juga saya kembali menemukan passion dan tujuan pribadi.

Tahun lalu adalah bukti konkrit dari penemuan passion tersebut. Banyak pencapaian yang didapatkan, khususnya dari sisi professional. Begitupun dengan kehidupan personal yang mulai menunjukkan titik terang. Saya berubah dari pemalas yang hanya mengeluh dan tidak mau berusaha menjadi ambisius yang gila kerja. Pribadi yang tidak percaya diri bertransformasi menjadi individu yang yakin akan kekuatan mimpi dan kerja keras.
Masa-masa sulit ketika saya kehilangan kesempatan menikah juga bukti kekuatan passion. Dulu ketika masa-masa putus cinta, kehidupan akan berubah menjadi sangat menyedihkan. Merenung dan meratapi kesalahan sembari berharap semua tidak terjadi. Mudahnya lihat anak ABG yang baru putus cinta pertama. Saya tidak jauh berbeda dari mereka. Menyedihkan memang. Tetapi keadaan yang berbeda terjadi sesudah saya menemukan passion itu kembali. Putus cinta ? Saya hanya perlu membaca lebih banyak buku, mengerjakan pekerjaan kantor atau menulis blog professional. Intinya, faktor-faktor diluar yang mempengeruhi bisa dihadapi dengan keinginan dan passion yang kuat dari diri sendiri.

Setidaknya itu yang saya lakukan belakangan ini. Hingga masa-masa menyedihkan itu kembali. Ternyata, saya memang belum bisa terlepas dari kutukan carrot and stick itu. Beberapa minggu belakangan ini saya stuck kembali dengan semua keadaan. Buku tidak bisa dilanjutkan, blog tidak terurus, begitupun kerjaan tampaknya begitu membosankan.

I lost those passion, again. Lebih tepatnya saya kehilangan carrot itu lagi. Tidak tahu mengapa harus mengerjakan dan tujuan akhirnya akan seperti apa. Kosong. Salah satu sahabat mengatakan bahwa saya sudah bukan saatnya lagi mengandalkan carrot and stick itu. Harus ada keinginan dari diri sendiri yang bisa mempertahankan performa. Tidak bisa lagi menurunkan kinerja dan standar ketika masalah datang atau tujuan telah tercapai.

Jujus saja, saya tahu itu semua. Juga tahu carrot apa yang harus saya kejar saat ini. Pasangan. Tanpa pasangan saya hanya mengerjakan semua ini tanpa arti. Bodoh ya? Tetapi itu kenyataannya. Walau setelah semua pengalaman hidup, saya memang tidak bisa sendiri. Selalu harus ada orang lain yang harus saya jadikan tujuan. Harus ada perjuangan dan jalan terjal yang dilalui untuk membuat saya hidup. Adrenalin addict kalau kata sahabat saya itu. Setelah ada tantangan dan sesuatu yang mustahil saya baru bisa bergerak lebih cepat, lebih fokus dan lebih terarah.

Agak aneh memang, disatu sisi, saya sadar bahwa saya ini pemalas yang sangat nrimo tapi disisi lain saya butuh suntikan tantangan agar saya mau berjalan. Entahlah, mahluk bernama manusia ini memang sangat kompleks. Bahkan untuk dirinya sendiri, kita terkadang tidak bisa tahu apa yang terbaik dan mana yang berakibat buruk. Sama seperti saat ini. Saya kehilangan arah harus kemana tulisan ini dilanjutkan. Terlalu banyak yang berputar-putar dikepala. Tampaknya memang sudah saatnya saya beristirahat sementara dan bersantai lebih banyak. After all, human can’t be predicted by simply reading books about human behavior or guessing by their act.

PR besar lain yang juga menunggu saat ini adalah mencari lagi passion tersebut. Kemudian merubah passion itu ke level selanjutnya. Bukan lagi carrot yang akan segera kehilangan maknanya begitu semua selesai dicapai. In the end, its not the time to keep whining and regretting myself anymore.  

Bisikan Malam

Posted: Sabtu, 19 Januari 2013 by Iqbal Fajar in
0

Kini hanya bisik yang terdengar
Lemah berdayu dalam gelap  

Ini ruang ku
Dan aku terduduk di ujung beranda
Hanya bersanding pada nada  

Aku dan kau  

Entah kenapa kita tetap memaksa
Menyerah pada rasa yang fana  

Hanya malam ini pintamu
Karena memang permainan belaka tampaknya
Tanpa ada rasa, tiada cinta
Hanya sekedar bertahan dari rindu tak terduga  

Tak sadarkah engkau wahai putri jelita?
Bahwa mencinta adalah totalitas?
Yang tidak bisa dihentikan hanya dengan bertemu?
Atau pelukan erat di bantal bernoda?  

Aku berbeda dengan mu yang dikelilingi pilihan
Dimana setelah malam ini kau akan bersenandung gembira
Mungkin sedikit sendu lalu kembali tertawa dengan tiaramu  

Tapi tidak aku  

Dikasur ini, dalam ruang ini, pada gelap ini
Aku selalu sendiri dan hanya sendiri
Bercengkrama dengan hati yang berbisik
Bertanya pada sosok gemulai lelapmu  

Sadarkah kau akan hadirku?

Control, External Factor and Let Things Go

Posted: Minggu, 13 Januari 2013 by Iqbal Fajar in
0

There is a lot of things that you couldn’t control. You just have to be wait and enjoy the process” Itulah kata-kata yang teman saya ucapkan malam itu. Tentu saja saya tahu itu. Tidak semua bisa kita kendalikan dan harap akan berjalan seperti yang kita mau. Permasalahannya seberapa besar kita melihat dan memutuskan bahwa satu hal tidak bisa dikendalikan dan hal lain bisa dikendalikan. Kematian dan cinta. Bagi saya dua hal tersebut adalah faktor-faktor yang cukup pantas untuk dikategorikan dalam “tidak bisa dikendalikan”. Yang lainnya ? Saya cukup yakin mampu mengatasinya.

Maka ketika teman saya memberikan alasan dengan kalimat diatas atas terhentinya proses pembuatan buku yang sedang dikerjakan, alasan itu tidak masuk dalam logika. Pantang menyerah, passion, dan kerja keras adalah syarat untuk sukses. Begitupun dalam pembuatan buku yang sedang saya kerjakan. FYI, alasan mengapa saya melakukan sesi curhat dengan teman saya itu ialah karena seminggu terakhir pengerjaan buku terhenti. Tidak ada progress yang memuaskan. Bahkan saya bertambah pusing dan ragu atas kemampuan untuk menyelesaikan buku ini. Terlalu banyak yang belum sesuai, tidak terstruktur, masih kurang dalam, terlalu banyak pembahasan, tidak jelas tujuan dan manfaat serta puluhan scenario buruk yang mengisi otak. Hasilnya, berdampak pada fisik yang terus menurun. Waktu istirahat yang kurang ditambah makan yang tidak teratur dan tentu saja pikiran yang terus menerus bekerja. Dampaknya, sakit kepala dan badan yang lemas. Buat saya, pusing dan pilek adalah penyakit yang paling menyebalkan. Konsentrasi dan ide seakan hilang ditelan cenat cenut yang terus mengganggu. Anehnya, ketika sakit kepala sudah tidak tertahankan dan saya kembali ke apartemen, menonton dan bersantai, semua itu hilang.

Tentu saran teman saya mudah saja. “You need some rest, and a lot of refreshing time. Leave your project for a while and have fun !” ujarnya. “ I rest a lot already. And have fun ? Come on, we had a lot of time spent for have fun. Remember new years eve? and last week when we cooked together at my apart ? That’s some quality time and of course it’s fun” balas saya. “Then you need more !” jawab dia sambil tersenyum. “More ?! How much ? And are those fun time will be a guarantee me to finish my project ? Of course its not. I should finish it. That’s the only way I could sleep and relaxing my mind. That’s how it works, always” sanggah saya lagi. Keluarlah kata-kata sakti yang di quote diatas. Dia juga menjelaskan bahwa saya tidak bisa mengontrol semua yang diharapkan. “Lo gak bisa maksa nulis kalau lagi stuck. Lo gak bisa maksa kerja kalau lagi sakit. It doesn’t work that way”. Dan saya dengan kepala batu tetap saja memaksa bahwa itu bukan alasannya. Sesi curhat itu pun berubah jadi adu argument tentang bagaimana seharusnya berpikir, menyelesaikan masalah dan menyikapinya.

Intinya ialah, saya selalu berpendapat bahwa semangat, sakit, hambatan, kerja keras dan hal lainnya adalah tanggung jawab diri sendiri yang dapat kita kendalikan. Anda bisa saja memilih menyerah ketika ada masalah atau bersantai ketika stuck. It’s the easy way. Tapi itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Masalah tidak akan selesai. Pada akhirnya kita anda akan menghabiskan waktu mencari alasan. Alasan untuk istirahat lebih banyak, alasan jalan-jalan, alasan ketika pekerjaan tidak selesai dan segudang alasan untuk setumpuk tanggung jawab yang dibebankan. Alasan-alasan itu yang disebut Stephen Covey sebagai faktor eksternal. Ketika pekerjaan tidak selesai, maka waktu yang disalahkan. Saat project tidak sempurna maka itu karena pekerjaan orang lain yang tidak benar. Ketika hubungan percintaan tidak berhasil, ketidakcocokan adalah penyebab utama.

Hell with that ! Apapun itu yang dikerjakan, ketika tidak selesai seperti diharapkan maka itu adalah kesalahan kita. Tidak perlu melihat orang lain dan mencari-cari penyebabnya diluar sana. Its reside on us ! Project tidak selesai tepat waktu karena kita terlalu banyak istirahat, hasil tidak maksimal karena tujuan bersama tidak kita jelaskan lebih detail pada tim. Hubungan percintaan tidak berhasil karena kita tidak cukup mencintai pasangan. As simple as it is. Jangan pernah jadi orang yang eksternal. Individu yang menganggap kesalahan ada pada dunia dan isinya. Jadilah orang internal yang selalu melihat ke diri sendiri. Bertanggung jawablah dengan keputusan dan bekerjalah lebih keras. Membaca lebih banyak, bekerja lebih larut, fokus lebih keras dan mencintailah lebih dalam. Karena pada akhirnya, masalah anda hanya bisa diselesaikan oleh anda sendiri. Bukan orang lain. If it’s about you, then it’s up to you.

Tentu saja walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin, dunia tidak selalu bekerja seperti yang diharapkan. Terlepas dari keras kepala saya akan mengatur keadaan, saya tahu bahwa takdir adalah sesuatu yang tidak bisa kita atur. Tetapi sekali lagi, yang harus difokuskan ialah bagaimana kita tidak mudah mengambil keputusan bahwa ini tidak mungkin, itu memang sudah begitu dan alasan lainnya ketika hal yang kita inginkan tidak terjadi. Go further, dream bigger, walk longer and never give up. Kamu hanya harus terus percaya. Itu kata Donny Dhirgantoro dalam bukunya 5 cm. Menjadi orang yang fokus pada internal, bekerja keras dan menjaga mimpi sudah berhasil saya lakukan. Tetapi ketika kerja keras dan semua usaha tidak memberikan hasil yang diinginkan maka yang harus dilakukan adalah menerima dan merelakannya. Legowo kalau kata orang Jawa. Berserah diri kalau di Islam. Pelajaran itu yang masih belum bisa saya lakukan. Ketika sesuatu tidak terjadi sesuai harapan, saya akan mencari penyebabnya, memperbaikinya, bekerja lebih keras, melakukan dengan cara lain dan sebagainya. Bagi saya, itu semua karena kesalahan saya yang kurang kompeten dan kurang berusaha.  

Lucunya, tidak lama dari sesi diskusi itu, saya mendapatkan pelajaran (atau teguran?) bahwa keputusan sukses atau tidak adalah domain Sang Maha Pencipta. Kita hanya harus berusaha dan berdoa. Hasilnya adalah terserah Dia. Pelajaran terakhir tersebut yang saya dapatkan dengan menyakitkan. Saya kecelakaan malam itu. Mobil di depan saya rem mendadak dan motor terjungkal akibat ban selip. Motor terbalik dan saya terguling ke tengah jalanan. Tepat di depan mata, mobil dibelakang sudah siap menabrak. Untung pengemudinya mengerem dengan cepat. Hanya beberapa centimeter di depan muka. Kacamata pecah terlindas serta lutut bengkak dan berdarah.

Sesaat saya sempat menyalahkan pengemudi di depan yang sudah lari entah kemana. Beberapa orang yang menolong sempat mau mengejar tetapi segera dihentikan. Its my fault. Saya tidak bisa mengendalikan motor. Pengereman mendadak harusnya bisa saya atasi dengan pengalaman bertahun-tahun. Slipnya motor pun salah saya yang menunda-nunda melakukan servis rutin.

Sangat mudah untuk marah pada mobil depan tetapi apa gunanya ? Maka saya pun legowo dengan motor yang stangnya bengkok, legowo dengan kaki yang pincang dan legowo untuk beristirahat sendirian di apartemen. Pengalaman itu juga yang membuat saya memutuskan untuk beristirahat sejenak dari project buku yang dikerjakan. Setidaknya sampai tangan yang terkilir cukup rileks untuk mengetik serta kaki sudah tidak pincang untuk berjalan ke D’Japan, spot menulis favorit saya.

In the end, I learn about the other forces that control our life and what I should do if the force decide it’s not the right time.  

Mimpi Dini Hari

Posted: Rabu, 09 Januari 2013 by Iqbal Fajar in
0

Terbangun dari mimpi
Hanya sunyi temani
Tanpa hangat tubuh selimuti  

Kita adalah terang
Yang bersembunyi dalam gelap  

Larang aku merindumu kekasih
Sebab tiada harapan bagi kita bersinergi
Menjaga punggung masing-masing
Bergantung pada percaya yang hilang entah dimana  

Cepatlah datang wahai jelita
Berlarilah dalam anggunmu
Bosan aku menatap kosong
Pada layar tak bermakna
Serta bingung di tengah hujan  

Aku merindumu
Kapan kita bersatu lagi tanpa tanya?

Lobby Siang Itu

Posted: Senin, 07 Januari 2013 by Iqbal Fajar in
0

Sudah puaskah kita berdusta?
Pada langkah yang bertemu
Dengan sudut mata yang tertumbu
Serta bahasa diam tanpa sapa  

Kita adalah dua insan tercela
Yang ingkari rasa, bersiaga dalam rindu
Mampu kita berkata tidak
Tapi nurani selalu jujur adanya  

Ya, kita hanya dua manusia yang lihai bersembunyi
Dari terangnya cinta
Dari gembiranya ketertarikan  

Pada lobby yang ramai dan cerahnya mentari
Kita kembali merindu

A note for 2012

Posted: Kamis, 03 Januari 2013 by Iqbal Fajar in
0


2012. Tahun yang baru saja berlalu beberapa hari itu benar-benar tahun yang mengejutkan. Jujur, saya tidak pernah menyangka tahun 2012 akan seperti ini. A lot of shocking moment, desperate and joy as well. Ada banyak sekali kejadian yang saya kira tidak akan pernah terjadi, justru terwujud. Beberapa berupa kebahagiaan, dan sebagian lainnya adalah kekecewaan. Tahun yang sama mengajarkan saya tentang keberhasilan sekaligus melengkapinya dengan kegagalan. Tahun 2012 juga yang mencampakkan saya kembali pada kenyataan bahwa cinta adalah barang yang seharusnya tidak dipercayai. Tetapi tahun 2012 juga yang mengajarkan saya bahwa cinta adalah percaya dan merelakannya. Pada tahun ini juga saya menghapus memori beberapa orang terkasih sekaligus menemukan tambatan hati baru. Di tahun yang sudah lalu juga, saya menyerah pada satu mimpi tetapi berhasil mencapai mimpi yang lainnya.

Last year was incredible. And I want to share it with you, readers.

Tahun ini dimulai dengan cukup menyenangkan. Salah seorang teman dari masa kuliah ikut bergabung dengan kami di tim kantor. Dia adalah kakak kelas yang menyenangkan. Ceria, periang, ekspresif, passionate terhadap KM, dan highly competent. Tim kami yang hanya sekelumit itu saja, menjadi berbeda dengan kehadirannya. Rasanya menyenangkan memiliki rekan yang bisa dipercaya dan tentu saja seumuran dengan kami. Dia memulai dengan baik dan mengikuti ritmis kerja dengan cepat. Perkembangannnya sangat baik sehingga kami pun bisa melakukan banyak hal bersama. Berbagai project dan kegiatan diselesaikan dengan performa yang memuaskan. She is truly an asset to our company.

Tidak hanya itu, kepribadiaannya yang sedikit gila dan mudah bergaul membuat suasana kantor yang cukup tegang menjadi mencair. Bahkan kami sedikit kewalahan dengan keceriaannya tersebut. Apalagi ditambah dengan bakat-bakat mengacau yang sudah ada di beberapa individu kantor. Its insane, to be honest. Dan ketika dia memutuskan untuk resign mengikuti suaminya yang baru dinikahi tahun 2012, kami merasakan kehilangan yang sangat besar. Ada bagian dari kehidupan professional yang akan selalu saya rindukan. Pemahaman akan lapangan, kerapihan administrasi, perspektif finance, sikap terus terang, kejujuran dan tentu saja joke-joke menyerempetnya, adalah sebagian dari kualitas yang akan sulit digantikan.

Tahun 2012 juga merupakan titik balik dari apa yang sudah saya impikan sejak lama. Creating a legacy. Dimulai dari tulisan-tulisan sederhana, bertambah lembar demi lembar, membuat blog yang masih jauh dari sempurna, membaca dan melihat perspektif baru, menuliskan pengalaman di pekerjaan dan sekarang yang sedang dilakukan, menyelesaikan buku pertama tentang KM. Menulis selalu jadi kebiasaan saya, tetapi sayangnya, hingga tahun lalu karya berarti yang pernah dibuat hanyalah tulisan singkat, curhatan, puisi-puisi galau dan catatan tentang kehidupan masa kelam. Kini, dengan draft buku yang sudah selesai hampir 70%, saya patut berbangga diri.

2012 juga menjadi salah satu tahun penting ketika saya menyelesaikan kuliah S2 yang sudah terlambat terlalu lama. Setelah 2,5 tahun kuliah, saya berhasil lulus dengan IPK yang cukup memuaskan. Setidaknya jauh lebih baik dari S1 J. Tiga bulan dengan kerja keras dan fokus. Hanya itu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian tugas akhir yang ditinggalkan selama 1 tahun lebih.

Yang menarik ialah, 3 bulan pengerjaan tersebut bukanlah waktu yang luang. Beban pekerjaan project sedang tinggi-tingginya. Saya bahkan beberapa kali tidak tidur hingga 3 hari demi menyelesaikan report. Manusia adalah makhluk yang menakjubkan. Kita bisa menyelesaikan banyak hal, justru ketika kita dalam keadaan terdesak. Yang diperlukan hanyalah keyakinan. Terkadang, kita sendiri yang mengukung diri dari keajaiban-keajaiban yang dapat dilakukan. Kuliah S2 dan rangkaian tugas akhirnya mengajarkan saya tentang keajaiban tersebut.

Keajaiban dari percaya. Mungkin itu yang pelajaran paling berarti yang saya dapatkan selama 2012. Pelajaran itu sayangnya tidak selalu manis seperti kehidupan professional dan personal development yang sukses di 2012. Tahun tersebut juga memberikan pengalaman pahit yang tidak akan terlupakan.

Pada pertengahan tahun, ketika semua sangat menyenangkan dan bahagia, saya melamar pujaan hati. Itu pengalaman yang mendebarkan. Bertemu dengan kedua orang tuanya, meminta izin menikah secara resmi, berjanji untuk bertanggung jawab, menjawab semua pertanyaan serasa interogasi, tangan yang dingin karena gugup, untuk kemudian tersenyum karena lamaran tersebut diterima, adalah saat-saat terbesar bagi lelaki dewasa manapun.

Semua momen tersebut sayangnya tidak berakhir bahagia. Rencana pernikahan kami gagal. Pasangan saya memutuskan mundur. Saya tidak akan membahas alasannya. Yang saya ingat adalah malam sesudah keputusan berat itu, adalah pertama kalinya saya menangis kepada Mama. Setelah semua, saya sadar bahwa saya hanya seorang anak kecil yang berusaha tegar. Tidak lebih.

Maka saya mulai melupakan cinta. Kerja, kerja, dan kerja. Hanya itu yang bisa saya lakukan. Mulailah buku-buku menjadi pelarian, forum professional jadi teman, dan menulis lebih banyak artikel-artikel untuk blog professional. Berbagai macam tanggung jawab saya ambil. Mulai dari marketing, belajar analisis dan metode baru, hingga membuat website perusahaan. Waktu pulang kerja pun berubah. Tidak ada lagi jam 6 sampai di apartemen. Paling cepat jam 8. Itupun berlanjut dengan kopi, rokok dan laptop hingga pukul 2 pagi. Ini alasan sebenarnya dari kesuksesan professional selama 2012.  

Perlahan, semua berubah. Saya berhasil move on dengan harga yang sangat mahal. Ketidak percayaan akan hubungan manusia. Impian menikah perlahan menghilang, keseriusan untuk berhubungan juga dikubur dalam-dalam. Kualitas hubungan sesama manusia juga memburuk. Saya asyik dengan pekerjaan dan egoisme personal. Saya kembali menjadi pribadi yang dahulu pernah hilang. Individu yang hanya percaya pada logika.
Ini yang menarik dari hidup. Ketika saya berhasil dengan ketidakpercayaan terhadap manusia, logika dan sebab akibat serta kehidupan sukses sebagai professional, cinta datang tiba-tiba. Pada malam final Piala Euro 2012, saya bertemu dengannya. Dia dengan streotipe yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan mantan yang menghancurkan saya beberapa bulan lalu. Princess type, demanding, not sure with her own feeling, which surprisingly, made me fall in love.  

Its kind of crazy. Dua tahun masa-masa sulit dengan mantan terjadi lagi dengannya. Tetapi kali ini semua terjadi hanya dalam 4 bulan. Bermula dari makan malam, ketertarikan yang membuat saya kembali percaya, keputusan untuk menyerah, saya yang tertarik pada wanita lainnya, dan kemudian memutuskan untuk kembali padanya. Tidak hanya itu, impian memiliki istri yang saya kubur dalam-dalam muncul kembali. Kami berencana akan menikah. Saat itu adalah masa-masa terbaik dalam kehidupan personal saya selama ini. Semua sangat menyenangkan dan rasanya kali ini akhir cerita akan bahagia. Sayangnya, bukan itu rencana Sang Maha Pencipta. It’s a sad ending. Hubungan kami tidak berhasil.

Tidak hanya itu. Dalam proses hubungan tersebut, saya juga sempat berhubungan sangat dekat dengan salah satu teman nun jauh disana. Teman yang tidak pernah saya temui selama 2 tahun lebih. Teman yang setia menerima saya apa adanya. Teman yang kemudian berubah menjadi pasangan. Teman yang perasaannya juga saya hancurkan kurang dari 1 bulan hubungan kami.

So, 2012 is actually a bad year for me. Saya mencintai tiga orang dalam waktu yang berbeda-beda. Ketiganya membuka hati yang sudah lama ditutup untuk cinta. Ketiganya membuat saya percaya pada mimpi kehidupan berkeluarga. Ketiganya memberikan pengalaman yang tidak akan pernah dilupakan. Ketiganya pula yang membuat saya kembali menjadi pribadi tertutup dan tidak percaya pada manusia. Hanya bergantung kepada diri sendiri dan logika. Tidak lebih.  

Is it finish ? Untungnya Allah masih berbaik hati pada saya. Ketika saya kehilangan kepercayaan diri, cinta dan terpuruk dengan kesendirian, ada banyak orang yang justru hadir. Mereka tidak menawarkan cinta, tetapi memberikan ketulusan dan kepercayaan. Mereka adalah sahabat-sahabat terbaik yang sayangnya baru saya benar-benar sadari setelah semua kekecewaan akan cinta.

Mereka mungkin tidak selalu ada, tetapi mereka selalu siap kapanpun dibutuhkan. Mereka tidak pernah menawarkan janji tetapi hadir paling depan ketika masalah datang. Mereka tidak berusaha mengajarkan tentang cinta tetapi menunjukkan dalam bentuk yang paling dapat dipercaya. Dan mereka pula yang menyelamatkan saya dari kebodohan untuk menyimpan semua rasa, kekecewaan, dendam, marah, kesedihan hanya untuk diri sendiri.

Melalui nasehat bijaknya, salah seorang sahabat meyakinkan saya akan kesalahan yang selalu diperbuat. Lewat telpon antar benua, sahabat lainnya menguatkan dan juga mentertawakan keputusan irrasional akan komitmen. Sahabat lainnya menarik saya dari kesendirian dan mencerahkan dengan kegembiraan. Mereka mengajarkan saya untuk kembali percaya. Pada mimpi, pada tujuan, pada passion, pada hubungan manusia, dan pada cinta.

This is the year I got left just before the marriage. The year I fall in love to woman I dreamed for long time. The year I become an asshole that turned down someone that truly love me. The year I dreamed to have a real wife just to see it crumble, again. The year I spent most of entire night for blaming myself, crying, hating people and fooling around. All of it only to run away from pain and anger.

Hell, if this year is not the best year of my personal life. Because without this frustrating year, I would never have a successful professional life, a great lesson about work hard, meet a great buddy to share, a true friend that always on my back, a great journey to Jogja, a new group that share wishes in New Years Eve, a book ready to be finished, new dream, love, sincerity, friendship, and of course, the true meaning of believe.

In the end, 2012 is a great year and I gladly mark it as another turning point of life. Wish you had a memorable year as well.

Happy New Year !