When everything planned just become a plan

Posted: Senin, 22 Agustus 2011 by Iqbal Fajar in
0

Pagi itu saya terlambat bangun, draft tesis yang harus selesai akhir minggu ini membuat jadwal tidur tidak menentu. Seperti biasa, BB adalah hal pertama yang dilihat. Ada 2 buah notifikasi email dan 1 notifikasi BBM. Email tidak penting pikir saya, tapi nama yang tertera dalam notifikasi BBM membuat saya penasaran. Yusa Wibawa. Ada apa hingga sahabat baik itu BBM pagi-pagi?

“Sob, calon mertua gw yang cowo meninggal subuh ini. Gw mohon doanya ya.”

What?! Calon mertua Yusa berarti Bapaknya Ita, yang juga satu angkatan di Magister. Segera call back dan konfirmasi kebenarannya. Ayah Ita meninggal sebelum sahur, dikursi depan sambil tertidur menunggu sahur. Sebelum meninggal beliau bahkan sempat memanaskan nasi dan membangunkan keluarga untuk kemudian kembali ke bangku depan favoritnya dan menghadap Sang Khalik dengan tenang. Ajal yang khusnul khotimah menurut saya.

Tapi bukan hanya itu yang membuat saya terdiam pagi itu. Yusa dan Ita akan menikah tepat satu bulan lagi. Rencana pernikahan yang seharusnya pesta dan sukacita itu sekejap tidak akan jelas kabarnya. Jelas tidak mungkin tetap pada rencana resepsi pernikahan kurang dari 1 bulan sejak kematian ayahanda. Rencana melayat pun disusun dengan Herman, salah satu teman di kelas magister. Kami akan berangkat jam 8 dari Jakarta menuju rumah duka. Baju ganti pun sudah disiapkan. Sepanjang perjalanan dari apartemen ke kantor saya terus berfikir bahwa kematian memang tidak akan pernah datang dengan menyenangkan. Kita tidak pernah siap dan tidak akan pernah siap untuk menghadapinya atau menerimanya.

Ditengah perjalanan, notifikasi baru muncul di BBM, Herman :

“Yusa akad nikah pagi ini” Belum selesai dengan berita itu, BBM lain masuk. Yusa :

“Sob, mohon doanya ya. Gw akad nikah pagi ini depan jenazah almarhum. Sekarang atau 3 tahun lagi”

Dan sekejap saya merinding. Mobil langsung dipinggirkan dan mengambil nafas sejenak. Benarkah ini? Kurang cukupkah berita kematian ayah Ita dan sekarang akad nikah akan dipercepat, di depan jenazah pula. Mimpi apa saya semalam dengan berita ini? Seakan akan semua berputar 180 derajat. Tanpa berpikir lagi saya menelpon kantor, minta izin untuk masuk siang hari ini. Selesai dengan perizinan, mobil langsung putar arah ke Depok. Yusa akan akad jam 9 pagi. Saya hanya punya waktu kurang dari 1,5 jam untuk sampai kesana. Di perjalanan saya hanya bisa diam, tidak ada yang bisa saya pikirkan. Semua kejadian membuat akal pikiran dan logika ini tidak bisa berjalan. Mengemudi pun hanya insting yang telah terbiasa. Sisanya pikiran saya mengembara tentang bagaimana perasaan Yusa dan Ita untuk menikah di depan jenazah almarhum. Saat itu lah saya menelpon calon pasangan hidup. Hanya dia yang bisa saya bagi untuk cerita. Semua percepatan kejadian ini cukup berat buat saya.

Jam 9 kurang saya sampai di rumah duka. Masih sepi. Hanya beberapa orang dan tetangga yang sudah datang. Sedikit gugup, saya masuk ke rumah, ada jenazah yang terbaring disana. Tidak ada wajah yang familiar diantara pelayat yang datang. Ketika sedikit melongok ke dalam ada Ita yang sudah dalam keadaan sangat lemas. Matanya sembab dan mukanya tidak karuan. Baru saya akan maju menghampirinya, Yusa muncul dari ruangan sebelah. Dia langsung menghambur dan memeluk erat. Ada isakan tangis disana. Mungkin itulah batasnya. Setabah apapun dia, cobaan ini mungkin adalah yang terberat selama hidunya. Lama kami berpelukan, Ita pun menghampiri dengan mata sembab. Saya pun akhirnya tidak tahan. Isakan tangis kami akhirnya terdengar lirih..

Almarhum akan dimakamkan ba'da ashar, setelah anak kedua dari Banjar Negara, Jawa Tengah tiba. Akad nikah Ita dan Yusa akan diundur menjadi jam 11 siang. Selesai dengan mengaji dan berdoa bagi almarhum, saya menunggu di luar. Yusa kembali sibuk dengan persiapan pemandian jenazah sementara Ita naik keatas untuk mandi. Setengah jam kemudian beberapa teman dari Magister tiba disusul oleh rekan kerja almarhum dan keluarga yang notabene dari satu kantor pemerintahan. Rumah duka pun ramai. Yusa yang sibuk beberapa kali menyapa lewat anggukan kepala dan isyarat kecil. Saya hanya bisa memberinya semangat lewat balasan isyarat. Akhirnya setelah sedikit santai kami bisa mengobrol.

Menikah di depan jenazah adalah permintaan keluarga Ita. Adat menurut mereka. Jika ada anggota keluarga yang meninggal sebelum pernikahan maka akad dilaksanakan di depan jenazah sebelum dikuburkan atau ditunda hingga 3 tahun lagi. Itulah salah satu alasan akad dipercepat selain untuk mengantar almarhum dengan tenang yang 4 jam sebelum ajalnya masih sibuk memeriksa label undangan pernikahan anak tercinta dengan pria terbaik pilihannya. Walau memang hanya kisaran waktu tapi keadaan yang membuat berbeda. Melakukan akad nikah disamping jenazah orang tua adalah skenario terburuk. Sungguh tidak bisa dibayangkan rasanya. Apalagi ini terjadi pada dua orang yang saya sangat hargai. Ita dengan sikap riang, polos, manja dan cerianya yang selalu membuat keadaan jadi gembira karena keluguannya dan Yusa dengan toleransi, kesabaran, dan sedikit bakat mesum yang membuat mereka seakan klop. Hubungan mereka berdua pun saya tahu tidak mulus. Banyak permasalahan dan pertengkaran tapi mereka berhasil melewatinya. Dan kini disaat bahagia bersatunya dua insan tersebut, mereka harus membaginya dengan kesedihan akan kehilangan anggota keluarga paling berharga. Melakukan janji suci di depan manusia dan Allah sembari menatap badan kaku terbujur yang hanya bisa disesali kepergiannya.

Jam menunjukkan pukul 11.30. Persiapan akad nikah sudah selesai. Yusa sudah berganti baju dengan baju pernikahan warna pastel sederhana. Mukanya dirias agak terlalu tebal. Wajahnya tenang dan damai. Ada tatapan yang jarang saya temukan di wajah Yusa. Mode serius yang sungguh langka terlihat diwajahh sahabat itu. Tak lama, Ita keluar dengan baju dan warna yang serupa. Dia menggunakan kerudung yang juga dirias sederhana. Wajahnya sudah tenang kini. Aura nya tiba-tiba berbeda, bukan Ita yang kami kenal sering bercanda, begitupun Yusa yang biasanya kocak dengan joke mesumnya. Kini mereka berdua tampak tenang dan siap. Akad nikah pun dimulai di ruangan tamu yang hanya 3x3 meter itu. Sekitar 10 orang keluarga terdekat dan saksi sudah ditempatnya. Sisanya hanya bisa melihat dari jendela. Pintu ditutup atas permintaan Ita. Beruntung saya dapat tempat cukup bagus untuk bisa menyaksikan peristiwa penting itu.

Tidak ada isak tangis saat akad dilaksanakan. Tepat setelah adzan Dzuhur, akad dimulai. Ita memberikan izin dan mandatnya kepada kakak pertama sebagai wali menggantikan almarhum ayahnya. Selanjutnya Yusa dan kakak tertua Ita berjabat tangan, ijab qobul pun diucapkan. Lantang, tenang dan lancar. Alhamdulillah Yusa dan Ita resmi sebagai suami istri. Dan saat akad dinyatakan sah, saya tidak tahan lagi. Isak tangis segera terdengar lirih, tidak hanya saya tapi hampir seluruh ruangan itu tersedan. Sungguh sebuah pemandangan yang tidak akan pernah saya lupakan. Saat dimana bahagia bercampur dengan kesedihan. Saat dimana semua rencana hanyalah tinggal rencana dan yang Maha Agung memutuskan apa yang harus terjadi.

Siang itu saya pulang setelah memeluk sekali lagi pengantin baru itu, dia sudah berganti pakaian dengan koko hitam yang sudah lecek.

“Selamat ya sob. Lo udah punya istri sekarang yang bisa nemenin kehidupan lo. Mohon doa semoga gw juga bisa cepat mendapatkan pendamping” ucap saya diantara pelukan erat kami siang itu. Doa yang kini hanya rencana dan rencana. Karena saat ini, sekali lagi saya disadarkan bahwa Sang Pencipta adalah sebenar-benarnya Perencana.


Smart Guy, Stupid Person and Idiot One

Posted: Kamis, 04 Agustus 2011 by Iqbal Fajar in
0

This is a quote from one of manga I read during my working hour (Ok, I know that's wrong but please read the quote first and blame me later:))


"When smart guy realizes he cant win, he start to think of ways to lose well. A stupid person is too attached to the idea of winning and wont ever consider losing. But an idiot doesnt thing about winning or losing to begin with."

To be honest, I'm always become a smart guy. In every aspect of my life. Work, study, friendship, relationship and love to be mention. Once I see a chance of "losing" in every aspect mentioned before, I start to figure out how I could turn it from losing to winning or at least to make the glorious losing. Hell yeah I am that pathetic.

Today, after read that line of manga, I began to think that maybe I'm too much attached with idea of smart guy. Just based on quick calculations plus unstable emotion, I'm began to wander how things dont work for me. On the most recent cases is my love life. Yes, hunnie, I start to thing about winning the ego trophy of you because I see a chance of losing you as my spouse. So, instead of fixing our relationship, I choose to lose well by winning the battle of anger.

I suck with work, and study. I screw them. But I wont give up with you. I may still smart guy for real, but as they said, love is blind and this blindness turn me into an idiot. I'll fight our love even I cant see any chance of winning or losing because you are too precious to be calculated or to be logical. When I flashback, I used to have this blind when I chase you. Not to win or to lose. Just to see those kind smile of yours, those energetic move, and attractive personality. Because from the start, to be honest, I'm just see you as a part of life that I need to chase in every breathe.

I love u..